PERAKNEW.com – Soal Viralnya kembali berita Ratusan Hektar Laut yang disertipikatkan hak milik di Laut Cirewang, Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, baru-baru ini.
Kepala Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kakan ATR/BPN) Subang dan Penjabat (Pj) Bupati Subang Kompak menyatakan, bahwa peta zaman Belanda tahun 1942 menjadi salah satu pertimbangan dalam penerbitan sertipikat laut tersebut dan keduanya juga menyebutkan, bahwa kasus sertipikat laut itu telah selesai dan dibatalkan atas Sertipikat lautnya oleh Kakan ATR/BPN Provinsi Jawa Barat pada tahun 2023.
PJ Bupati Subang, M. Ade Afriandi didampingi Kakan ATR/BPN Subang, Hermawan menjelaskan, bahwa sertipikat laut yang sempat diterbitkan melalui program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA), yang merupakan Hibah Tanah Presiden Joko Widodo pada tahun 2021 di wilayah Patimban tersebut, sudah dibatalkan oleh Kanwil BPN Provinsi Jawa Barat, “Kalau untuk sertipikat laut, pak Kepala kantor (ATR/BPN) ternyata tahun 2023 Kanwil BPN Jabar sudah membatalkan proses retribusi sertipikat yang ada di wilayah Patimban,” ujarnya di Kantor ATR/BPN Subang, Kamis (30/1/2025).
Ia juga menambahkan, bahwa secara teknis, sertipikat tidak perlu ditarik secara fisik, karena sudah dibatalkan di sistem. Menurutnya, peta Belanda tahun 1942 menunjukkan, bahwa kawasan tersebut sebelumnya merupakan lautan yang kemudian mengalami perubahan akibat faktor alam.
Baca Juga : Kantor ATR/BPN Subang Bakal Kerjasama Dengan Polres Untuk Tarik Paksa Sertipikat TORA
Terkait dugaan pencatutan nama nelayan dalam penerbitan sertipikat, ia masih harus melakukan konfirmasi, karena proses administrasi pasti melibatkan perangkat desa dan kecamatan.
Selain itu, ia menghimbau agar pihak yang menggunakan sertipikat sebagai persyaratan di daerah Patimban agar dapat berkoordinasi dengan ATR/BPN Subang untuk menghindari penyalahgunaan sertipikat yang telah dibatalkan.
Hal serupa disampaikan Kepala ATR/BPN Subang, Hermawan, bahwa permasalahan sertipikat laut sudah selesai sejak tahun 2023 setelah adanya keputusan pembatalan dari Kanwil BPN Jawa Barat.
Ia juga menjelaskan, bahwa perubahan bentuk wilayah, termasuk munculnya tanah timbul, adalah hal yang wajar terjadi seiring waktu.
Ditambahkannya, seluruh sertipikat yang telah diterbitkan sudah dibatalkan dan tidak dapat digunakan lagi dalam transaksi hukum.
Meski demikian, ia menyatakan, bahwa informasi lebih rinci mengenai dasar pembatalan sertipikat akan dibuka secara terbatas.
Lebih lanjut Hermawan mengatakan, bahwa kasus ini melibatkan 500 bidang tanah timbul, bukan ratusan hektare laut seperti yang beredar di masyarakat.
Seperti diketahui, ratusan hektare laut di Subang sempat disertipikatkan melalui program TORA pada tahun 2021. Namun, sertipikat tersebut akhirnya dibatalkan oleh Kanwil ATR/BPN Jawa Barat pada tahun 2023 atas rekomendasi Kejaksaan Agung.
Dalam proses penerbitan sertipikat tersebut, banyak nelayan Patimban yang mengaku namanya dicatut tanpa sepengetahuan mereka.
Sementara, berkaitan dengan peta Belanda tahun 1942 yang disampaikan Pj Bupati Subang itu, bahwa Laut Cirewang tersebut adalah merupakan turun-temurun area tangkap ikan nelayan, tidak pernah berubah menjadi daratan, “Sejak puluhan tahun kami tinggal di sini jadi nelayan dari dulu zaman Presiden Soeharto, Laut Cirewang ini adalah tempat kami menangkap ikan, belum pernah jadi daratan,” ungkap salah seorang Nelayan Laut Cirewang, bernama Jakaria, pada Selasa, (28/1/2025).
Baca Juga : Kejagung Didesak Segera Tetapkan Tersangka Mafia Tanah Patimban
Lanjutnya, “Di Laut Cirewang ini juga sempat dikeruk menggunakan Alat Berat Beko, katanya mau dibuat kotak-kotak tambak ikan, tapi didemo dan diberhentikan oleh kami,” terangnya. (Galang)