SUBANG-JAKARTA, (PERAKNEW).-
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kepala Bidang Pengadaan dan Pengembangan Badan Kepegawaian Daerah (Kabid BPP BKD) Kabupaten Subang, (HTS) sebagai tersangka penerimaan gratifikasi.
KPK memiliki bukti permulaan yang cukup adanya peran pihak lain yang diduga bersama-sama dengan Ojang Sohandi menerima gratifikasi yang berlawanan dengan tugasnya di Pemerintahan Kab. Subang periode 2013-2018, “KPK meningkatkan perkara ini ke penyidikan dengan satu orang sebagai tersangka,” ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (9/10/2019).
Penetapan status tersangka terhadap HTS merupakan pengembangan perkara yang telah menjerat Mantan Bupati Subang, Ojang Suhandi periode tahun 2013-2018, yang dijerat dalam tiga kasus, yakni suap, gratifikasi dan TPPU melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Senin 16 April 2016 lalu.
Febri mengatakan, HTS diduga menerima gratifikasi sebesar Rp9.645.000.000 bersama Ojang. Penerimaan tersebut, berasal dari pungutan dalam pengangkatan calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) daerah, dari tenaga honorer kategori II (K2) yang masa tes dan verifikasinya dimulai Bulan Februari 2014 hingga Februari 2015.
Menyikapi hal itu, Koordinator Tim 7 (Tujuh) Aksi Jalan Kaki, Endang Muslim mengungkapkan, “Kami dukung penuh KPK yang menetapkan HTS sebagai tersangka. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada KPK pula, karena telah merespon serius atas aksi jalan kaki kami, dari Subang Menuju Jakarta (Gedung KPK), bertujuan mendesak KPK agar segera menetapkan tersangka lain kasus TPPU Ojang Sohandi ini, pada Kamis (28/02/2019) dan tiba di Jakarta Hari Minggu, 3 Maret 2019 lalu,” ungkapnya.
Endang Muslim yang juga sebagai Sekretaris Jendral (Sekjen) LSM Forum Masyarakat Peduli (FMP) ini, mendesak agar KPK juga segera menetapkan NN sebagai tersangka berikutnya.
Dia menegaskan alasannya, “Berdasarkan Kutipan Putusan Pengadilan Tipikor Bandung, nomor 67/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Bdg, pada sidang putusan Ojang Sohandi tercantum, bahwa barang bukti dokumen, berupa barang 1 (Satu) buah asli surat tanda nomor kendaraan bermotor yang bertuliskan nomor registrasi, D 4 GOO, atas nama pemilik, Hj Nina Herlina, S.Sos.M.Si., Alamat Jalan Gunung Batu, Gang H. Achmad nomor 11-7-J RT 06/09 Bandung, merk Mazda, type CX-5 2.OL AT HIGH, jenis mobil penumpang, model Mini bus, tahun pembuatan 2013, isi silinder 1998 CC, nomor JM6KE1071DO136370 dan nomor mesin PE30511816, sudah dikembalikan kepada JPU (Jaksa Penuntut Umum) untuk dipergunakan dalam perkara lain,” tegasnya.
Lanjut Endang, “Dan 1 (satu) asli buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB) Nomor K-02693062, nama pemilik Hj Nina Herlina, S.Sos.,MSi., alamat Jalan Gunung Batu Gang H. Achmad nomor 11-7-J RT 06/09 Bandung, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Cicendo, Kab. Kota Bandung tanggal 20 Juni 2013. Nomor kendaraan D 4G00, merk Mazda, tipe CX52.OL AT HIGH, tahun pembuatan 2013, nomor rangka JM6KE1071DO136370, nomor mesin PE30511816, beserta faktur kendaraan bermotor nomor 0029211, juga sudah dikembalikan kepada JPU (Jaksa Penuntut Umum) untuk dipergunakan dalam perkara lain,” terangnya, di Posko Pusat FMP, Jalan Palabuan, Kelurahan Sukamelang, Kec.Kab. Subang.
Sementara itu, Pengacara HTS, Irwan Yustiarta SH MH angkat bicara, “HTS diperiksa 4 kali, 2 Kali di KPK Jakarta dan 2 kali di Subang, dalam pemeriksaan HTS ada 4 Tahap, yaitu di kantor KPK Jakarta, Ada dua kali yang pertama 3 Okrober dan Rabu 9 Oktober 2019, untuk Subang Hari Kamis kemarin,” terangnya.
Kemudian pada 26 September, HTS kembali diperiksa dan Jumat 27 Konfrontir 2019 dengan Hendra PNS Subang yang saat ini masih aktif.
Pemeriksaan di Subang oleh KPK di Polsek Kota dan Polres Subang tepatnya ruangan di samping ruangan Narkoba selama 3 hari.
Lanjut Irwan, saksi yang diperiksa lainnya sekitar 30 Orang, “Setahu kami sudah kurang lebih 30 orang, Dari PNS, Non PNS dan Mantan Dewan dan para pengepul uang,” Kata Irwan Yustiarta SH MH. penetapan KPK tersebut, HTS disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Red/Net