JAKARTA, (PERAKNEW).- Berkaitan dengan isu paham radikalisme yang dianggap oleh pemerintah, adalah merupakan pokok permasalahan utama di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang harus segera ditangani, sehingga menjadi trending topic bagi public dan terkesan diframing secara masif. Pasalnya, hal itu kesalahan mendasar pemerintahan di era kepemimpinan Presiden RI, Joko Widodo dan Wakilnya KH Maruf Amin ini.
Melainkan, radikalisme yang terus didengung-dengungkan pemerintah itu, bukanlah masalah utama yang sedang dihadapi Indonesia. Namun yang menjadi masalah utama ialah ekonomi.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon dalam akun Twitter pribadinya, Minggu (27/10/19), “Problem pengambil keputusan, kebodohan dalam mendiagnosa keadaan, ketumpulan intervensi kebijakan dan kelemahan implementasinya,” tegas Fadli.
Fadli yang juga Mantan Wakil Ketua DPR RI itu menandaskan masih dalam cuatan akun twitternya, bahwa Indonesia sedang sakit bukan karena diagnosa radikalisme, namun Indonesia sedang mengalami masalah ekonomi, “Bagaimana Indonesia mau masuk era Revolusi Industri 4.0, sedangkan pasokan energi seperti listrik saja masih banyak hambatan di daerah-daerah,” tandasnya.
Lanjutnya, “Semalaman di Aceh listrik mati hidup byarpet berkali-kali. Bagaimana masuk Revolusi Industri 4.0? Urusan pokok sederhana seperti listrik saja masih seperti ini,” ungkapnya, hasil pengalamannya waktu berkunjung ke Aceh untuk melantik DPW dan DPD Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM).
Masih kata Fadli, “Radikalisme yang ditudingkan pada umat Islam tersebut, bukan ancaman negara. Sebab, pada dasarnya umat Islam adalah kelompok yang moderat. Jadi persoalan kita adalah ekonomi, mulai daya beli, pekerjaan, kemiskinan, harga dan lain-lain. Bukan radikal-radikalan,” terangnya.
Kritikan ujar Fadli adalah vitamin bagi demokrasi, “Tanpa kritikan pengawasan, tak ada lagi demokrasi. Marilah kita beri vitamin bagi demokrasi kita,” pungkasnya.
Sementara itu, masih dalam twitter, kini cuitan akun Twitter DR Rizal Ramli, bahwa diprediksi tahun ini, ekonomi Indonesia bakalan nyungsep diangka 4 persen.
Ujar Menko Perekonomian diera Presiden Abdurrahman Wahid itu, sudah lama memprediksi ekonomi Indonesia bakal stagnan. Dia menilai jurus monoton yang ditunjukkan Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak bakal ampuh mendongkrak ekonomi Indonesia. Sebab menteri berpredikat terbaik dunia itu hanya mengandalkan utang dan kebijakan austerity atau pengetatan anggaran tanpa ada terobosan-terobosan.
Menurut Rizal, “Setahun kedepan agaknya akan digoreng terus isu 3R (Radikalisasi, Radikulisasi & Radikolisasi) Supaya soal-soal ekonomi, kemiskinan soal-soal sosial lain menjadi tidak penting. rad·i·cal·ism: the beliefs or actions of people who advocate thorough or complete political or social reform,” cuitnya.
Prediksi Rizal terbukti bukan sembarangan. Pasalnya, baru empat hari dilantik menjadi menteri di Kabinet Indonesia Maju, Sri Mulyani telah mengumumkan rencana akan menerbitkan surat utang berdenominasi valuta asing atau global bond.
Langkah Sri Mulyani itu, diambil karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 mengalami defisit, sementara kebutuhan negara membengkak.
Sri Mulyani menyatakan rencana penerbitan surat utang disebabkan oleh defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp 199,1 triliun atau 1,24 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Agustus 2019.
Defisit tersebut berasal dari belanja negara sebesar Rp 2.461,1 triliun, sementara pendapatan hanya sebesar Rp 1.189,3 triliun.
Sementara itu dengan kondisi ekonomi yang semakin morat- marit ini, pemerintah memastikan akan menaikan BPJS Kesehatan 100% awal tahun depan (Th 2020). “Sudah Jatuh Tertimpa Tanggga Pula” Peribahasa inilah yang saat ini muncul dikhalayak umum, terutama dikalangan rakyat menengah kebawah. (Red/Net)