PERAKONLINE NEW, PURWADADI-SUBANG, (PERAK).-Sejumlah orang tua calon siswa SMAN 1 Purwadadi Kabupaten Subang mengeluhkan besarnya pungutan uang pendaftaran pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang mencapai Rp5.200.000.
Salah seorang orang tua siswa yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa anaknya telah dinyatakan lulus testing oleh pihak sekolah, selanjutnya pihak sekolah meminta pembayaran uang sebesar Rp5.200.000,-. Menurutnya pungutan tersebut ditentukan sepihak oleh pihak sekolah.
“Seharusnya pihak sekolah mengadakan rapat terlebih dahulu dengan orang tua siswa sebelum memutuskan besarnya biaya,” ungkapnya kepada Perak.
Keterangan yang sama juga diungkapkan orang tua siswa baru lainnya. Orang tua siswa baru yang lain tersebut mengaku anaknya ikut mendaftar PPDB di SMAN 1 Purwadadi.
Guru kesiswaan di SMAN 1 Purwadadi Ujang Sholeh Sukandar yang dikonfirmasi Perak tidak membantah mengenai besarnya uang PPDB disekolah tersebut.
Menurut Ujang yang didampingi beberapa guru lainnya menjelaskan jika uang tersebut dipergunakan untuk Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) Rp90.000 per bulan selama satu tahun dan Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) Rp2.000.000, sebab beban sekolah seperti tertuang dalam Rencana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Sekolah (RAPBS) itu sebesar Rp200.000 perbulan, sementara dari dana BOS hanya Rp110.000 per bulan.
Lebih jauh Ujang menerangkan, proses PPDB di SMAN 1 ada tiga sistem, yaitu: 1. Bagi yang mempunyai Kartu Perlindungan Sosial (KPS) dibebaskan biaya. 2. Jalur subsidi, dan 3. Jalur non subsidi. Untuk lebih jelasnya Ujang mempersilahkan Perak untuk konfirmasi ke Kepala Sekolah saja.
Sugiyanto Kepala Sekolah SMAN 1 Purwadadi ketika dikonfirmasi (13/07/2016) melalui telepon seluler membenarkan adanya biaya proses PPDB di SMAN 1 Purwadadi sebesar itu, tetapi itu sudah ada kesepakatan dengan orang tua siswa dan juga komite sekolah.
Menurut Sugiyanto,uang itu dipergunakan untuk kebutuhan siswa selama satu tahun tanpa dipungut biaya yang lain lagi. Mengenai keperuntukannya sesuai kesepakatan yang disetujui oleh orang tua siswa pada waktu diadakan rapat pada tanggal 2 Juli 2016.
Masih menurut Sugiyanto, SMA itu pendidikan menengah, jadi masih diberi keleluasaan sepanjang kebutuhan itu belum tercukupi oleh pemerintah.
Untuk keterangan yang lebih rinci Sugiyanto mengatakan akan menjelaskan lebih lanjut. “Nanti saja setelah saya kembali dari luar kota,” pungkasnya sambil menutup telepon selulernya. Tim