JAKARTA, (PERAKNEW).- Terkait adanya informasi yang mencuat di khalayak ramai/public melalui media social soal dugaan adanya mobilisasi aparat kepolisian di Garut, Provinsi Jawa Barat untuk memenangkan pasangan Calon Presiden (Capres) dan Cawapres nomor urut 01. Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Capres Prabowo-Cawapres Sandiaga Uno (nomor urut 02), Andre Rosiade sangat menyayangkannya.
Pasalnya, hal itu muncul dari pengakuan Kapolsek Pasirwangi, Resort Garut, AKP Sulman Azis, bahwa dirinya diduga telah mendapat perintah dari Kapolres Garut, AKBP Budi Satria Wiguna untuk mendukung Capres nomor urut 01.
Dikatakan Andre, seperti yang dilansir Republika.co.id, Minggu, 31 Maret 2019, “Pernyataan Mantan Kapolsek Pasirwangi, Garut ini merupakan Puncak Gunung Es. Kita tahu selama ini kita sudah melihat ada video yang viral di medsos, polisi mengajak memilih Pak Jokowi, kita mendengar indikasi Kepala Desa dipanggil untuk menangkan paslon 01, bahkan kita juga melihat grup WA yang viral mengenai keberpihakan polisi beberapa hari yang lalu,” ungkapnya.
Menurutnya, Kapolri harus mengklarifikasi keterangan-keterangan yang disampaikan oleh AKP Sukman. BPN pun berharap polri netral dalam pelaksanaan Pilpres 2019 yang berlangsung April mendatang, “Polri harus netral dan tidak boleh berpihak. Jangan sampai indikasi ketidak netralan ini merusak kepercayaan rakyat terhadap Polri. Jangan sampai Pemilu kita ini hasilnya tidak dapat dipercaya. Kami rakyat Indonesia ingin percaya Polri adalah institusi yang netral. Untuk itu, kami menunggu Klarifikasi resmi dari Kapolri,” tandasnya.
Betapa tidak, masih diwaktu yang sama, AKP Sulman mengungkapkan, bahwa mutasi dari jabatannya sebagai Kapolsek Pasirwangi oleh Kapolres Garut, lantaran diketahui pernah berfoto dengan tokoh pemenangan pasangan calon 02, “Dari saya kepada kami adalah Pak Kapolres. Saya nggak tahu apakah perintah itu secara estafet dari atas atau tidak. Yang jelas saya diperintahkan oleh beliau. Agar kita diperintahkan mendukung paslon 01 dan ada ancaman juga kalau seandainya paslon 01 di wilayah masing-masing,” ungkapnya.
Sementara itu, Kapolres Garut, AKBP Budi Satria Wiguna membantah pernyataan Sulman dan bersumpah, “Demi Allah. Sumpah saya nggak bisa berdiri kalau saya ngomong gitu. Kalau mutasi, mutasi dia itu mutasi yang wajar. Nggak ada mutasi yang aneh,” ujar Budi.
Ketua Tim Kampanye Daerah (TKD) Jawa Timur, Irjen (Purn) Machfud Arifin mengatakan, “Udah lama beredar itu. Kalau menurut saya polisi ya harus netral. Kamu ikuti instruksi Pak Kapolri aja. Pak Kapolri kan memberikan sanksi bagi yang tidak netral. Itu aja dijadikan pedoman,” ujar Machfud, kepada detikcom, Minggu (31/3/2019).
Machfud yang merupakan purnawirawan polisi bintang dua ini percaya penuh Polri akan mengusut tuntas pengakuan Sulman tersebut. Jika memang benar ada mobilisasi dukungan atau keberpihakan terhadap salah satu paslon, “Polisi tidak akan main-main. Pasti akan ditindak,” katanya.
Mantan Kapolda Jatim ini juga melihat ada upaya dari pihak-pihak tertentu untuk mendeligitimasi proses pemilihan umum. Aparat dan KPU, lanjut Machfud, yang menjadi sasaran tembak upaya delegitimasi ini, “Ada upaya dari pihak tertentu yang mempersoalkan ketidaknetralan KPU didemo. Itu nggak bener lah, itu mendelegitimasi penyelenggara maupun aparat keamanan. Jadi menurut saya perlu diwaspadai dalam benaknya dia kalau kalah berarti curang KPU, curang aparat,” tuturnya.
Menyikapi permasalahan tersebut, Wakil Direktur Madrasah Anti Korupsi (MAK), Gufroni mengatakan, bahwa ketidaknetralan kepolisian dalam Pemilu 2019 bukanlah isapan jempol. Sudah terlalu banyak informasi indikasi ketidaknetralan itu, sulit untuk dibantah meski petinggi Polri berulang-ulang menyatakan, bahwa Polisi netral, “Misal adanya informasi bahwa anggota polisi baik di tingkat Polres dan Polsek melakukan pendataan atau survey ke masyarakat langsung untuk mengetahui warga yang didatangi itu mendukung pasangan capres, apakah ke 01 atau 02 dengan terlebih dulu menjelaskan keberhasilan pemerintah Jokowi dalam pembangunan, penegakan hukum dan seterusnya. Hal itu diduga sebagai upaya untuk mempengaruhi masyarakat untuk kembali memilih Jokowi untuk kembali menjadi presiden,” ungkapnya melalui keterangan tertulis kepada MONITOR, Senin (1/4/2019).
Lanjut Gufroni menandaskan, “Oleh karena itu, kami menyampaikan pernyataan sikap kepada Kapolri untuk secara legowo turun dari jabatannya karena diduga telah menyeret kepolisian terlalu dalam dengan ikut melakukan penggalangan untuk kemenangan paslon tertentu,” tandasnya.
Sebelumnya, Kapolri, Jenderal Tito Karnavian sempat mengeluarkan surat telegram berkaitan dengan Pilpres 2019. Dalam surat telegram itu, Kapolri menekankan kepada seluruh anggota Polri untuk menjaga netralitas dan melarang berpihak terhadap salah satu pasangan capres-cawapres.
Melalui Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, Minggu (24/3/2019) memaparkan, “Ada beberapa telegram yang sifatnya mengingatkan agar setiap anggota Polri menjaga netralitas dalam kontestasi pemilu, selalu bersikap netral dalam setiap tahapan Pemilu,” paparnya.
Sebelumnya, Wakil Kepala (Waka) Polri, Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto menyatakan pihaknya wajib netral pada Pemilu 2019. Jika aparat berpihak, situasi negara bakal kacau, “Wajib, hukumnya wajib kalau Polri harus netral, itu wajib netral. Kalau kita enggak netral, bubar negara ini,” kata dia, di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (6/9). (Red)