SUBANG, (PERAK).- Hingga berita ini dibuat, Jumat (19/1/2018) terlapor dugaan kasus pidana pernikahan terhalang dan atau perzinahan, TS alias Otay (kini menjabat kades Gunungsari, Kec. Pagaden) tidak kunjung memenuhi panggilan tim penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reskrim Polres Subang. Menurut petugas mangkirnya Otay sudah kali keduanya dalam tahap penyidikan ini.
Sesuai Pasal 112 KUHAP ayat 2 bahwa jika saksi/ terlapor dua kali dipanggil mangkir, maka penyidik diperbolehkan untuk melakukan upaya jemput paksa.
Sebelumnya, Rabu (27/12/2017) penyidik telah mengirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Subang atas penanganan kasus dugaan pernikahan terhalang dengan terlapor oknum Pegawai Kecamatan Pagaden, TS alias Otay dan seorang perempuan TR yang masih berstatus isteri orang lain.
Demikian disampaikan salah seorang tim penyidik PPA Polres Subang kepada Perak, “SPDP hari ini sudah dikirimkan ke Kejari dan pelapor juga akan kami beri tembusan surat pemberitahuannya dan meminta pelapor untuk datang besok kesini, karena ada yang harus ditandatangani,” ungkapnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, status kasus tersebut telah dinaikan ketahap penyidikan.
dimana Otay dijerat dengan pasal pernikahan terhalang sebagaimana diatur dalam Pasal 279 KUHPidana dengan No laporan Polisi NO. LP-B/ 947/ XII/ 2017/ JBR/ RES SBG. (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun: 1. Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu; 2. Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu. (2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Diketahui Otay dan TR diduga telah melakukan pernikahan sirinya pada hari minggu tanggal 9 Juli 2017 pk. 21.00 WIB di rumah TR di Kampung Tanjungwangi RT/RW-07/03, Desa Tanjungwangi, Kec. Cijambe, Kab. Subang, dengan disaksikan oleh aparat setempat. Pernikahan tersebut dibuktikan dengan adanya surat pernyataan dari AR (ortu TR) yang akan bertanggungjawab ketika ada masalah dikemudian hari.
Berikut isi dari inti surat pernyataan tersebut; “Yang bertandatangan dibawah ini, Asep Rukmana telah menikahkan anak saya TR dengan seorang laki-laki, bernama Tatang Sugiwa. Apabila dikemudian hari ada tuntutan dari pihak ke 3 (Tiga) dengan pernikahan ini, maka saya akan sepenuhnya bertanggungjawab sendiri tanpa melibatkan siapapun dan pihak manapun, termasuk Amil Dusun/Desa Tanjungwangi, Kec. Cijambe-Subang”.
Amil Dusun/Desa Tanjungwangi, DR pun tak mau kalah dalam kasus tersebut, diduga karena ada tekanan dari AR (ortu TR) ia pun membuat pernyataan tertulis yang berisi; “Yang bertandatangan dibawah ini, DR menyatakan telah diintimidasi/ ditekan untuk menikahkan TR dengan TS. Apabila dikemudian hari ada tuntutan dari pihak ke 3 (Tiga) dengan pernikahan ini, maka saya akan menyerahkan sepenuhnya pertanggungjawabannya kepada Bapak AR selaku wali dari TR yang telah mengintimidasi saya”.
Sementara itu SG menegaskan dirinya hingga saat ini masih tercatat sebagai suami yang sah dari TR dengan bukti Akta Nikah bernomor; 0432/091/IX/2016. “Dia itu masih berstatus istri saya, belum saya cerai. Dasarnya akta nikah, verifikasi calon waris pensiunan plus bukti pinjaman dari bank pada Desember 2016,” tegasnya.
Sekedar mengingatkan jika tuduhan kasus itu terbukti maka sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 tahun 1990 bagi ASN yang berselingkuh/ nikah siri sanksi pemecatan menunggunya.
Tak sampai disini, Kembali TR dilaporkan suaminya ke Mapolres Subang, laporannya terkait dugaan pemalsuan dokumen berupa akta cerai sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHPidana dengan ancaman hukuman paling lama 6 (enam) tahun penjara. Kini kasusnya tengah ditangani tim penyidik Unit Tindak Pidana Tertentu Satuan Reskrim Polres Subang.
“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun”. (Hendra)