PATOKBEUSI-SUBANG, (PERAKNEW).- Soal dugaan sudah sejak berpuluh-puluh tahun lamanya sejumlah bangunan perusahaan berdiri dan beroperasi menjalankan kegiatan bisnisnya secara ilegal di dalam area Perusahaan PT Budi Makmur Perkasa (BMP) beralamat di Desa Tanjungrasa Kaler, Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, hingga saat ini tidak ada tindakan tegas dari mulai Pemerintah Desa Tanjungrasa Kaler, Camat Patokbeusi hingga Pemerintah Daerah Kabupaten Subang, baik itu bupati maupun DPRDnya.
Senin (20/8/18), Ketua DPRD Subang, Ir. Beni Rudiono menegaskan, “Soal ada sejumlah perusahaan diduga ilegal di PT BMP itu, diakibatkan lemahnya pengawasan DPMPTSP. Seharusnya buat ijin dulu, baru beroperasi,” tegas Beni saat dihubungi via handponenya.
Lanjut Beni kepada Perak mengucapkan, “Terimakasih kepada Kades Tanjungrasa Kaler yang sudah memberikan informasi bagus tersebut. Namun hari ini saya masih berada di Bandung, sedang ada kegiatan Bimtek (Bimbingan teknis), besok malam saya pulang,” ujarnya.
Seperti beberapa kali diberitakan Perak di edisi sebelumnya, Sabtu (23/12/17) lalu, Kades Tanjungrasa Kaler, Dadang, di rumahnya mengungkapkan, “Saya sempat menandatangani perpanjangan ijin domisili PT BMP, yaitu hanya untuk ijin domisili dua produksi saja, Tepung dan Mie, yang lainnya belum pernah, tapi saya bingung mengatasi masalah ini. Sementara itu, kewajiban tugas sebagai kepala desa dan disisi lain kasihan pada warga saya yang sudah nyaman bekerja di perusahaan BMP,” terangnya merasa serba salah dengan warganya.
Menyikapi dugaan ijin ilegalnya, Petugas Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Subang mengungkapkan, “PT BMP sudah ada ijinnya dari kami sejak lama, namun perusahaan lainnya yang berdiri di area BMP belum ada ijin, kalau bisa coba konfirmasi dulu dengan pak Yosep (Pegawai PT BMP),” ungkapnya menyarankan.
Sementara menanggapi permasalahan itu, Camat Patokbeusi, Agung Nugroho sudah memanggil pihak PT BPM, “Saya sudah panggil pihak BMP, bilang ke saya, pihaknya sudah mengajukan perijinan untuk beberapa perusahaan yang ada didalamnya itu ke DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu). Untuk memastikannya, saya juga sudah menghubungi pihak DPMPTSP Subang, jawabnya iya pihak BMP sudah mengajukan ijin dan sedang diproses,” kata Agung di kantornya, Rabu (4/7/18).
Untuk itu, jelas terbukti, bahwa sejumlah perusahaan yang ada di BMP itu illegal dan wajib ditindak sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Karena telah jelas ada indikasi penggelapan retribusi perijinan dan pajak Pendapatan Aset Daerah (PAD) Subang oleh sejumlah perusahaan illegal itu.
Berdasarkan hasil investigasi Perak dilapangan, bahwa sejumlah perusahaan illegal tersebut masing-masing memproduksi, diantaranya Karton, Plastik, Obat Nyamuk, Power Flan, Minyak, Mie dan Rajut.
Sementara, PT BMP yang dipimpin saat ini oleh Antonio Timolti alias Acay itu hanya memproduksi Tepung Hun Kwe saja dan 7 (Tujuh) perusahaan lainnya ilegal.
Sebagai edukasi hukum, bahwa dalam Pasal 30 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 107 Tahun 2015 Tentang Izin Usaha Industri, bahwa Perusahaan Industri yang tidak memiliki IUI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. denda administratif; dan c. penutupan sementara.
Sementara, mengenai indikasi penggelapan pajaknya, adalah Pasal 39 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, (1) Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan.
Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; atautidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Ayat (2) Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan. (Hendra)