oleh

Soal Reklamasi Ilegal, Komnasham Segera Bentuk FGD

-BERITA UTAMA-1,702 views

Soal Reklamasi Ilegal, Komnasham Segera Bentuk FGD
JAKARTA, (PERAKNEW).- Mega Proyek Reklamasi Teluk Jakarta diduga ilegal, korup dan menindas ekonomi nelayan dipesisir pantai pulau-pulau yang direklamasi tersebut. Nyatanya, banyak pihak yang mempermasalahkan dan akan mengusut dugaan-dugaan kasusnya dan menghentikan kegiatan proyek jahat itu.

 

Baru-baru ini ditegaskan Anggota Tim Sinkronisasi Anies-Sandi, Marco Kusumawidjaja bahwa, dirinya menilai pulau reklamasi dibangun dengan menyalahi Amdal dan tanpa adanya peraturan daerah (Perda) Zonasi. “kalau Anda melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan koridor hukum, anda sebenarnya tidak berhak minta ganti rugi, syarat-syarat hukum tidak dipenuhi, ya jelas-jelas pembangunan tanpa IMB, pulau tanpa Perda Zonasi, itu melanggar hukum. Jadi kalau mereka menuntut ya akan kalah menurut saya,” tegas Marco di kawasan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2017).

 

Ditempat terpisah Komisioner Komnas HAM, Ansori Sinungan usai menerima aduan soal reklamasi Teluk Jakarta dari Musyawarah Rakyat Indonesia (MRI), Rabu (17/5) lalu menyatakan Komnasham segera membentuk Focus Group Discussion (FGD), untuk membongkar skandal mega proyek reklamasi Teluk Jakarta.

 

“Untuk mencari masukan dan padukan dengan data kami akan adakan FGD dalam waktu dekat guna mengetahui secara mendalam dan menyeluruh permasalahan ini,” tandasnya.

 

kata Sementara itu, sebelumnya bahwa, proyek reklamasi itupun diindikasikan ada berbau korupsi mencapai triliunan rupiah dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak segera tuntaskan kasusnya. Dalam seminar bertajuk ‘Stop Reklamasi Teluk Jakarta’ di gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa (16/5/2017). Turut hadir dalam acara itu pakar teknik kelautan ITB Muslim Muin, dosen FT UI Sri Bintang Pamungkas, Irvan Pulungan dari ICLEI Indonesia, Sekjen PNPI M Ramli, dan Marwan Batubara dari IRESS.

 

Politikus senior PAN Amien Rais memaparkan, “Mungkinkah kita menyerahkan tanah air kepada pengembang? Saya tidak ada SARA dan lain-lain, memang ada oknum yang begitu percaya, tidak ada takutnya KPK dihajar, BPK dihajar, saya pikir kok ini bisa berani? Ada apa? Andai kata dia menang, ini selesai. Tapi karena Allah masih menyayangi bangsa kita ini, kasih napas dulu, konsolidasi dulu. Saya mencium reklamasi ini bukan untuk ambil dan lain-lain. Ini jelas, jadi Podomoro sudah buat iklan di Hong Kong, katanya ada pejabat terima Rp 10 T,” paparnya.

 

Amien menegaskan, “proyek reklamasi Teluk Jakarta dimoratorium, buka kajian terkait reklamasi di Komisi Informasi Pusat (KIP). Secara logis untuk kepentingan bangsa, ini harus kita hentikan bersama-sama. Mohon maaf kalau ada salah. Mari kita adu fakta dan data, kalau data Pak Luhut reklamasi mengurangi banjir betul, ya sudah saya tiarap. Tapi kalau data kita lebih afdal, lebih kuat, tentu Pak Luhut, mohon maaf, hentikan,” tegasnnya.

 

Menanggapi hal itu, KPK melalui juru bicaranya, Febri Diansyah belum mengetahui ucapan Amien Rais tersebut, “, sampai saat ini kami memang belum mendengar pernyataan beliau. Seluruh warga negara yang ada di Indonesia, siapa saja yang mengetahui terdapat indikasi kasus korupsi maka silakan laporkan ke penegak hukum termasuk KPK dan akan segera kami tindak jika memang terbukti apa yang beliau sampaikan tersebut,” tandas Febri di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (18/5).

 

Sebelumnya, Jumat (12/5/2017) dalam kesempatan jumpa PERS, Ketua Presidium MRI, Yudi Syamhudi Suyuti menerangkan, “KPK hanya mampu menangkap Operasi Tangkap Tangan (OTT) Sanusi dan Ariesman Widjaya saja, namun tidak mampu membongkar orang lain yang diduga terlibat didalamnnya, hingga keakar-akarnya. Padahal, secara logika sehat, proyek reklamasi dimaksud sepanjang sejarah korupsi, bisa menjadi mega korupsi terbesar di Indonesia,” terangnya.

 

Masih kata Yudi, “dampak dari kasus reklamasi Teluk Jakarta sangat terasa, mulai dari suap pejabat, partai politik hingga hilangnya penghasilan para nelayan, sepertinya negara dan rakyat bisa dirugikan mencapai ribuan triliun. Jika KPK memang memiliki nyali membongkar kasus korupsi reklamasi sebenar-benarnya, hingga terang benderang, jangan mengulur-ulur waktu,” tandasnya.

 

Sekedar informasi, bahwa Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri Indonesia sekaligus mantan Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli saat masih menjabat sempat menghentikan proyek reklamasi Pulau G secara permanen dan meghentikan sementara reklamasi sejumlah pulau lain berdasarkan hasil kajian Tim Komite Bersama lintas kementerian yaitu, Kemenko Maritim dan Sumber Daya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Konservasi, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta melibatkan unsur Pemprov DKI.

 

Sayangnya Menko, Rizal Ramli itu kemudian dicopot. Bahkan hanya dalam hitungan hari saja, Luhut Binsar Panjaitan yang menggantikannya langsung menyatakan proyek reklamasi akan dilanjutkan kembali.

 

Luhut memutuskan. “Kami sudah putuskan, semua yang kami lihat soal dampak yang ditakutkan dari aspek hukum, aspek lingkungan, PLN tidak ada masalah,” katanya kepada awak media, di Jakarta, 9 September 2016.

 

Adapun beberapa poin penting dari hasil kajian Tim Komite Bersama diantaranya, Keputusan menghentikan reklamasi Pulau G secara permanen didasari kajian yang matang dan temuan banyaknya pelanggaran di lapangan. Dari aspek teknis, misalnya, pelanggaran reklamasi Pulau G antara lain karena bersinggungan dengan breakwater Muara Angke, menganggu instalasi pipa gas bawah laut dan pemeliharaannya, serta mengganggu operasi tiga PLTU/PLTGU di Pantai Teluk Jakarta.

 

Tim Komite Bersama juga menyimpulkan, dari aspek sosial ekonomis reklamasi Pulau G berpotensi memicu konflik dengan alur pelayaran dari dan ke Pusat Pelelangan Ikan (PPI) Muara Angka. Reklamasi akan menyebabkan penurunan pendapatan nelayan serta peningkatan biaya operasional dan jarak tempuh nelayan yang semakin jauh.

 

Dari sisi legal, pelanggaran pengembang untuk Pulau G menabrak pasal 94 ayat 5 PP Nomor 5/2010 tentang Kenavigasian, terkait zona 500 meter dari sisi terluar instalasi atau bangunan, melanggar UU Nomor 32/1999 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan pasal 30 dan 31 PP Nomor 61/2009 tentang Kepelabuhanan.

 

Peraturan lain yang dilanggar adalah UU Nomor 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam dan Banyak lagi peraturan dan perundangan yang dilanggar.

 

Namun berdasarkan informasi yang didapat Perak, bahwa dulu Mantan Gubernur DKI Jakarta, terpidana kasus penodaan agama yang divonis dua tahun penjara, Ahok tetap ngotot berpegang Keppres No.52/1995. Padahal sudah banyak peraturan yang lebih baru dan lebih tinggi daripada Keppres yang dia jadikan alat penindasan terhadap bangsa Indonesia itu.

 

Bahkan, soal telah terganggunya PLTU/PLTGU di Pantai Teluk Jakarta, PT. PLN (Persero) sudah mengirim surat nomor 0738/KON 00.03/DIRREG-JBB/2016 kepada ke Menteri Kelauatan dan Perikanan. Dalam surat itu, Direktur PLN, Murtaqi Syamsuddin mengatakan, sangat khawatir rencana reklamasi di Teluk Jakarta akan mempengaruhi kinerja pembangkit PLN.

 

Sementara, total jumlah kapasitas daya saat ini di PLTU/PLTGU Muara Karang, PLTGU Tanjung Priok, PLTU Muara Tawar sebesar 5.703 MW. Direncanakan ada penambahan kapasitas, menjadi 9.253 MW dengan selesainya PLTGU Jawa-1 sebesar 1.600 MW. Keempat pembangkit tersebut merupakan pasokan daya utama untuk melayani Jakarta.

 

Nyatanya, alasan yang kuat wajib diterbitkannya keputusan membatalkan reklamasi Pulau G, karena berbahaya jika diteruskan. Apa lagi jika terjadi ledakan pada pipa gas bawah laut, atau benar-benar terjadi gangguan terhadap pasok listrik Jakarta karena reklamasi.

 

Siapa yang berani menteri memberhentikan proyak reklamasi pasti dicopot. Bagaimana tidak, para taipan pemilik proyek sudah menggelontorkan dana amat besar untuk itu. Tentu saja, mereka tidak ingin mega proyek yang bakal mendatangkan keuntungan puluhan bahkan ratusan triliun tersebut bubar di tengah jalan.

 

Lagi-lagi, rakyat tidak bisa melawan penguasa, walau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah berkali-kali memenangkan nelayan. Pengadilan sudah memerintahkan pembatalan reklamasi Pulau G, F, I, dan K. Hakim menilai pelaksanaan reklamasi tidak berkaitan dengan kepentingan umum. Reklamasi malah berdampak buruk yakni kerusakan kehidupan di dalam laut dan warga yang menggantungkan hidupnya dari lautan. Red

Berita Lainnya