SUBANG, (PERAKNEW).- Diduga telah menjual belikan hukum dengan harga mencapai Rp20 hingga Rp60 Juta, melalui cara mengumbar janji, bahwa pihaknya mampu membebaskan para kliennya dari vonis hukuman penjara. Hal itu dibantah oleh seorang pengacara dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Kabupaten Subang, bernama Doni, di depan Kantor Pengadilan Agama (PA) Subang, Rabu (29/8/18).
“Sudah jelas anak-anak dari mereka itu ada di dalam wajar, secara emosional orang tua merasa puas dan tidak puas. Mengingat meureun cek manehnamah budakna teu salah, (Mengingat mungkin kata dia anaknya tidak salah). Soal mereka sampai menjual rumahnya, itu karena mereka punya utang ke bank emok,” ujar Doni campur aduk dengan menggunakan bahasa Sunda.
Lanjut Doni, “Cek kejadian atau proses pidananya, bahwa yang dilakukan oleh anak-anak mereka, di Unit PPA, kemudian pada saat pemeriksaan di PPA, siapa saja yang mendampingi mereka, karena kita ada tim, kalau namanya kuasa itu, wajar terima uang, karena untuk administrasi,” katanya.
Menurutnya, “Cek dulu ke PPA dan jika benar mempergunakan surat kuasa saat pemeriksaan, kronoligisnya bagaimana, caranya seperti apa, akang berarti bisa menyimpulkan sebagai seorang wartawan ada hak dan kewajibannya, jadi jangan memberitakan dulu asap, harus dilihat dulu asap itu dimana, kebakaran atau membakar, sumbernya apa. Karena yang saya lihat atau yang saya dengar memang saya tidak melihatnya, tapi berita itu yang saya dengar hanya asap, tidak melihat sumber apinya yang menimbulkan asapnya,” tuturnya ketus.
Masih kata Doni, “Di sini saya sudah 16 tahun, persaingan antara kita itu keras, wajarlah bagi saya, maka untuk klarifikasi ini, saya tidak perlu dan kalaupun hasil obrolan ini jadi berita, padahal saya belum klarifikasi apapun, bukan itu dan itu bukan berita, makanya kata saya, cek dari awal sehingga ini menjadi asap. Jika sampai naik jadi berita di koran lagi, awas, lihat saja nanti,” ujarnya dengan nada mengancam.
Seperti telah diberitakan Perak di edisi-edisi sebelumnya, bahwa para orang tua terdakwa kasus pemerkosaan kasus pemerkosaan pada tahun 2017 lalu, terhadap WL (14th) Warga Kampung Sempur RT/RW-11/4, Desa Belendung. Namun, WL bukan asli warga setempat, melainkan asli Warga Ujung Berung, Kabupaten Badung, yang pada saat itu, diperkosa oleh 6 orang pemuda dari alamat kampung yang sama, 3 diantaranya masih dibawah umur, telah banyak mengeluarkan uang sampai menjual rumahnya untuk membayar oknum pengacara tersebut, namun hasilnya nihil.
Ketua Peradi Subang, Iin Achmad Riza, S.H.,M.H., angkat bicara, “Sesuai dalam kode etik advokat, tidak boleh memberikan harapan, apalagi menjanjijan kasus bebas terhadap klien, tidak boleh, kecuali ada permintaan dari klien, baru boleh, itupun harus kerjasama, seperti apa dari klien membak’up janji, itu susah secara yuridis. kita bisa menemukan lebih dan kekurangan, tapi faktanya kita bekerjasama, tidak sendirian disitu, ada pengacara, ada jaksa dan ada hakim. Ketiga-tiganya harus sinkron, tidak bisa dipisahkan dan harus melihat kontek hukumnya, kalau bisa dinyatakan bebas proses hukumnya,” ungkapnya.
Lanjut Iin, “Saya akan mencoba persuasif akan memanggil oknum DN dan menanyakan dulu secara langsung, kalau tidak bisa secara lisan, mungkin saya akan membuat surat, untuk mengetahui sejauh mana kebenaran berita tersebut, yang telah di beritakan media peduli rakyat. Saya akan klarifikasi berdasarkan informasi. Siapa yang melakukan itu, sehingga jangan sampai ada kekeliruan terhadap oknum pengacara tersebut dan saya secara tidak langsung, juga telah melakukan investigasi ke lapangan, kebetulan kedudukan dia itu, di sini sebagai wakil saya,” ujarnya.
Dalam perjalanan persidangan, ke 6 terdakwa mendapatkan masing-masing waktu tahanan, tersangka dibawah umur divonis sampai 5 tahun dan ke 3 tersangka dewasa divonis oleh pengadilan selama 10 tahun.
Menurut pengakuan para orang tua terdakwa tersebut, dalam perjalanan proses hukum kasus tersebut mereka telah dimintai uang sebesar Rp20 Juta sampai ada pula yang habis Rp60 Juta, bahkan ada yang hingga menjual rumahnya dan salah satu keluarga terdakwa yakni orang tua Sutrisna sekarang menempati rumah kecil dari triplek hasil bantuan dari kepala desa setempat juga warga, itupun tanah yang ditempatinya milik orang lain yang mengasihinya. Adih