oleh

Diduga Ratusan Ha Laut Dijadikan Empang, Nelayan Cirewang Sulit Berlayar

PANTURA-SUBANG, (PERAKNEW).- Epek dari adanya pembangunan Pelabuhan Internasional di Wilayah Laut/ Pantai Utara (Pantura) Desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, membuat gejolak bisnis para makelar tanah dalam pembebasan lahan yang dibutuhkan pelabuhan tersebut.

Tidak hanya tanah milik warga, terlebih laut juga menjadi sorotan tengkulak atau para investor asal lokal dan asing, di wilayah laut Legonkulon, yang berdekatan dengan Patimban, belum lama ini.

Seperti halnya terjadi di Wilayah Cirewang, Desa Pangarengan, Kec. Legonkulon, Kab. Subang, nampak seluas puluhan bahkan sekira ratusan hektar laut direklamasi atau dikeruk menjadi kolam-kolam Ikan oleh pengusaha besar tambak ikan menggunakan alat berat beko.

Reklamasi itupun kini telah selesai dikerjakan dan berdampak negatif pada perekonomian para nelayan di wilayah laut tersebut. Mereka (nelayan) mengeluh, bahwa semenjak adanya tambak-tambak ikan yang dibuat oleh pengusaha di laut tempat para nelayan menjaring ikan itu, berdampak pada menurunnya penghasilan nelayan, karena tidak bisa menjaring ikan di laut dimaksud.

Betapa tidak, para nelayan setempat harus berlayar menjaring ikan di area tengah laut yang volume kedalaman laut lebih dalam.

Sementara, perahu atau kapal yang digunakan para nelayan tradisional sebagai mata pencaharian sehari-harinya itu, berukuran kecil dan tidak bisa berlayar lebih ke tengah laut, karena volume ombak besar dan beresiko tinggi bagi keselamatannya.

Selasa, 01 Oktober 2019, beberapa warga (nelayan) setempat mengeluh, “Adanya kegiatan dilaut Cirewang, yaitu perubahan laut dijadikan bahan daratan dalam bentuk kotak kolam ikan, mengakibatkan para nelayan yang biasa menjaring ikan di situ, kini tidak bisa dilakukan, sebab laut tersebut telah menjadi dangkal. Mau ke tengah laut tentunya perahu kami kecil, bisa hancur tertabrak ombak,” ungkapnya mengeluh.

Menyikapi permasalahan itu, pada hari yang sama, saat dikonfirmasi Pengurus Lembaga Masyarakat Desa Hutan, (LMDH) Pangarengan, Suta atau akrab disapa Mama Suta menerangkan, “Kegiatan usaha dan pembuatan tambak-tambak di laut melalui reklamasi di Cirewang ini sudah berjalan, saya hanya perantara,” ujarnya, di rumahnya kepada Perak.

Lanjut Suta, “Saya heran, kok jadi begini, padahal yang menimbulkan adanya pengerukan pembuatan kolam-kolam di laut Cirewang itu, orang Cirewang, yaitu Amad Jajuli yang menjual garapanya kepada pengusaha, kenapa dipermasalahkan oleh orang Cirewang juga,” terangnya.

Bagaimana tidak, tanpa bermodal benih, tentunya kolam itu akan menjadi milik pengusaha atau tengkulak yang mendanai proses pembuatan kolam ikan, Padahal berdasarkan Surat Edaran Mentri Agraria Nomer 410-1293 tahun 1996 tentang Penertiban Tanah Timbul dan Tanah Reklamasi, tentunya harus melewati mekanisme sesuai aturan permohonan kepemilikan perorangan atau melalui badan hukum dan itu semua pihak Kementerian Agraria belum tentu mengabulkannya, karena harus melewati persyaratan permohonan kepemilikan tanah yang sudah dikuasai oleh negara.

Atas keluhan yang muncul dari para nelayan tersebut, harus ditindak lanjuti secara serius dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Subang agar teliti dan tidak gampang mengabulkan permohonan kepemilikan tanah di Wilayah Laut/ Pantura, Kampung Cirewang, Desa Pangarengan dimaksud, sebab tidak menutup kemungkinan, ada dugaan unsur-unsur lain yang melawan hukum. (Hendra/Atang S)

Berita Lainnya