CIASEM-SUBANG, (PERAKNEW).- Bedasarkan hasil investigasi Perak dilapangan, telah di temukan dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan, bahkan tindakan pemerasan terhadap ribuan orang petani penggarap sawah Hak Guna Usaha (HGU) milik perusahaan dibawah naungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kemen BUMN) yaitu, PT. Sang Hyang Seri (SHS) Kantor Regional (KR) 1 Sukamandi selaku penangkar benih nasional belum lama ini yang terjadi di wilayah hukum Kepolisian Resor Subang- Jawa Barat.
Dugaan tindakan yang melawan hukum ini diduga di lakukan oleh para penjajah masa kini yang menyamar sebagai oknum pegawai dan pejabat tinggi PT. SHS KR 1 Sukamandi, hal ini terbukti dengan adanya Surat Keputusan (SK) Direktur Utama (Dirut) PT. SHS Persero yang terbit pada tanggal 02 Oktober 2015, Nomor; 221/ SHS.01/ Kpts/ X/ 2015 tentang pendayagunaan aset perusahaan berupa areal sawah HGU Sertifkat nomor 02 BPN Subang Tahun 2009 atas nama PT. SHS KR 1 Sukamandi seluas 3.326,713 Hektar (Ha) dengan system sewa senilai Rp10 Juta kepada petani penggarap seluas 2200 Ha dan sisa luas areal keseluruhan tersebut disewakan kepada para pengusaha senilai Rp 12,5 Juta per Ha per musim dengan pembayaran secara dua tahap 50% saat musim tanam dan 50% pada waktu musim panen tiba dan untuk Produksi Benih Sentra (PBS).
Diduga aksi melawan hukum itu bermula saat sebelum musim panen tiba, para oknum rayon dan bagian wilayah areal sawah PT. SHS merampas SPH-SPH petani dengan dalih untuk melunasi biaya sewa, dengan tanda bukti kwitansi lunas bermaterai, namun setelah diketahui bahwa pejabat tinggi PT. SHS tidak mewajibkan petani melunasi sewa dengan menggunakan SPH yang di hutang/ belum dibayar oleh PT. SHS sejak tahun 2013-2016, tetapi harus uang kontan.
Oleh karena itu akhirnya petani pu merasa telah ditipu dan sulit untuk menagih utang tersebut ke PT. SHS tanpa SPH berwarna merah dimaksud, namun hanya diberi foto kopi SPH yang di beri stempel/leglisir saja.
Tidak hanya itu, lagi-lagi petani diduga kena tipu lagi, yakni pada musim panen 2016 sekarang, dimana para petani diiming-imingi akan dibayar segera Gabah Kering Panen (GKP) calon benih hasil panen oleh PT. SHS, SPH dan nomor rekening kembali dipinta, lalu dengan polosnya petani menyerahkan SPH dan nomor rekening dimaksud, namun hingga saat ini sudah menginjak satu bulan lebih para petani berulang kali kembali ke Bank untuk mengecek status transfer pembayaran itu, ternyata uang belum kunjung masuk di ATM para petani.
Sementara itu, dalam praktek penandatanganan surat perjanjian sewa lahan sawahnya pun di buat secara sepihak dan sudah baku yang dibuat oleh pihak pertama (PT. SHS KR 1 Sukamandi) yang di sodorkan kepada pihak kedua (petani penggarap) lalu ditandatangani oleh petani pada saat musim panen tiba, bukan di musim tanam, bahkan tanggal pembuatan surat dimundurkan ke tanggal musim tanam, serta para petani penggarap tidak diperbolehkan untuk meminta, bahkan menyimpan surat itu di rumahnya masing-masing, sama halnya pembuatan surat kontrak jual beli barang atau GKP agar seluruhnya dijual ke PT. SHS di buat sepihak dan petani tidak diperbolehkan memegang suratnya pula.
Lebih gilanya lagi petani juga diduga diperas melalui praktek – praktek tak terpuji dibawah ini: (1) Harus membeli benih padi seharga ratusan ribu rupiah, padahal sesuai apa yang tercantum dalam surat perjanjian sewa, bahwa biaya sewa sebesar Rp10 juta-Rp12,5 juta tersebut sudah termasuk biaya benih padi; (2) Selanjutnya pada saat musim panen tiba, berbagai pungli terjadi dari mulai biaya sertifikasi lulus panen oleh tim panen, biaya pengambilan SPH, biaya muat dan bongkar hingga ke dalam gudang, biaya transportasi unit pengangkut GKP, biaya timbangan, hingga biaya sortir GKP oleh PT. SHS KR 1 Sukamandi.
Praktek- praktek tak terpuji dan terindikasi melawan hukum diatas dipaparkan oleh puluhan petani saat mengadakan audensi dengan General Manager (GM) KUKP PT. SHS KR 1 Sukamandi diacara syukuran atau “Mipit” panen di areal sawah HGUnya, Kamis (28/04/2016).
Saat berbincang lebih jauh dengan Perak, tema dibuat secara mendadak oleh petani yaitu “Sistem di PT. SHS KR 1 Sukamandi bukan kerjasama tapi Sewa Menyewa Lahan HGU dan semua pejabatnya Pembohong” kata para petani yang geram akan kekejaman bak masa penjajahan zaman dulu.Seakan PT. SHS menjelma bak VOC-nya Belanda.
Lanjut petani, hasil panen padi per Hektar per Musim selama empat bulan lamanya hanya 5 ton dengan harga Rp 5000/kg, maka petani mendapat hasil sebesar Rp25 Juta, tapi terlebih dahulu dipotong untuk sewa lahan Rp10 juta/hektar/musim sampai dengan Rp12,5 juta dan itu harus dibayar dengan bentuk uang di tambah biaya modal tanam hingga musim panen minimal Rp10 juta.
“Jadi penghasilan kami hanya Rp5 juta selama empat bulan itu, jelas tidak memenuhi biaya hidup layak, apalagi jika di asumsikan sebagai gaji dari PT. SHS per bulannya hanya mendapat Rp 1.250.000,- per bulan, belum lagi di potong oleh berbagai pungli di lapangan saat panen tiba yang tadi kami sebutkan, musim tanam tiba, harus mencari uang lagi pinjam sana-sini untuk bayar sewa kembali, kalau tidak menggarap, mau kerja apa lagi, karena mata pencaharian kami hanya pertanian saja,” paparnya sambil mengeluh.
Menyikapi permasalahan tersebut, disela- sela acara mipit panen itu, GM KUKP PT. SHS KR 1 Sukamandi, Agus Sumaryono mengelak bahwa dirinya tidak pernah memerintahkan para bawahannya untuk melakukan hal tersebut diatas.
“Soal kejadian-kejadian itu, saya menugaskan rayon dan wilayah lebih ketat mengawal dilapangan dan jika para petani mengalami kejadian yang sama seperti ini lagi agar segera lapor ke pak Efendi Sagita juga Feri, mengenai penjualan GKP dari petani yang harus masuk ke perusahaan, jika masuk Empat Ton seperti harapan perusahaan, petani akan mendapat biaya Modal Kerja (MK) sebesar Rp 4 Juta dan jika Tiga Ton mendapat (MK) hanya Rp 3 Juta dan jika di bawah Tiga Ton tidak mendapat MK,” ungkapnya.
Sekedar mengingatkan saja, bahwa definisi dari Kerjasama itu sendiri adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama dapat berlangsung manakala individu-individu yang bersangkutan memiliki kepentingan yang sama dan memiliki kesadaran untuk bekerjasama guna mencapai kepentingan mereka tersebut, termasuk keseimbangan dalam mengatur keuntungan, bukan PT SHS yang Untung Petani yang Buntung!!!.
Selanjutnya jika mengacu pada Permen BUMN Nomor: Per-13/MBU/09/2014 tentang Pedoman Pendayagunaan Aset Tetap BUMN, PP Nomor 48 tahun 2012 tentang jenis tarif atas jenis penerimaan Negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Pertanian, PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan HGP atas tanah, UU Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil dan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria PT. SHS sepertinya terindikasi ada pelanggaran. (Bersambung) Hendra