oleh

Polisi Bantu Eksekusi Unit Kredit, Majelis BPSK, “Itu Tindakan Keliru!”

BANYUWANGI, JATIM (PERAKNEW).- Kejadian perampasan unit di jalanan oleh debkolektor PT Mandiri Tunas Finance (MTF) Banyuwangi terhadap seorang nasabah/konsumennya, bernama Nurul Cholifah (41) tahun, Warga Perumahan Kertosari Nomor 7, Kelurahan Kertosari, Kabuapaten Banyuwangi terjadi di Pos Polisi KTL Karangente Banyuwangi, pada tanggal 20 Juli 2018, menuai banyak kritikan dan perbincangan oleh banyak kalangan masyarakat dan dari berbagai pihak terkait di Banyuwangi, karena proses eksekusi tersebut, dilakukan didalam pos lantas KTL Karangente Banyuwangi.

Salah satunya dari Kepala Bagian Hukum Pengadilan Negeri (Kabagkum PN) Banyuwangi yang juga sebagai Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Saiful megatakan, “Kejadian eksekusi tersebut sudah jelas keliru, karena dapat dilihat pada Peraturan Kapolri nomor 8 tahun 2014, atas perubahan Peraturan Kapolri nomer 10 tahun 2010,” katanya.

Ditempat terpisah, Nurul (korban) mengungkapkan, “Saya sangat kecewa kepada oknum polisi disini yang tidak netral dan cenderung intervensi dalam membantu para debt collector untuk melakukan perampasan unit,” ungkapnya.

Dengan dalih sudah mendapat surat resmi dan melalui tahapan prosedur dalam menjalankan proses pendampingan Fidusia. “Adanya eksekusi seperti itu, saya memang mempunyai keterlambatan dua bulan masuk ke tiga bulan, tetapi waktu itu kalau telat tiga bulan saya bisa membayar langsung tiga bulan, tapi kenapa pada saat ini pihak PT MTF tidak mau nerima angsuran yang sudah telat tiga bulan. Tahu-tahu ada yang mengikuti dan mengejar saya saat perjalanan dari Rogojampi menuju ke daerah Bangorejo,” ungkapnya saat diwawancara melalui telepone selulernya.

Lanjut Nurul menyampaikan, “Di lokasi parkiran saya disuruh keluar dari mobil saya oleh Rozi selaku debtcolektor, tetapi saya tidak mau, karena saya punya rumah dan saya menyarankan untuk dia ke rumah. Ditempat yang berbeda saya didatangi oleh debkolektor menggunakan dua mobil berencana mengambil mobil saya. Tetapi saya tidak mau, karena saya punya niat buat membayar. Pada akhirnya saya pulang ke rumah untuk istirahat, lalu saya melanjutkan lagi untuk aktivitas, tahu-tahu di tengah perjalanan bersamaan dengan adanya Festival Agro. mobil debtcollektor bersama dengan mobil Patroli mengikuti saya sampai didaerah Kalirejo,” ujarnya.

Lebih lanjut Nurul menerangkan, “Karena merasa tidak nyaman, akhirnya saya patah balek lagi menuju ke kota, tiba- tiba sampai Pos KTL Karangente ada salah satu anggota Polres Banyuwangi yang bernama Pak Eko langsung berdiri ditengah jalan lalu lintas untuk memberhentikan mobil saya, padahal pada saat itu tidak ada operasi dan saya juga tidak merasa melanggar ketertiban lalu lintas. Surat atau dokumen perlengkapan mobil saya diminta dan saya diarahkan masuk ke Pos KTL, didalam sudah banyak yang menunggu. Ternyata debtcollektor yang bersama mobil patroli mengikuti dan mengejar saya, didalam saya di introgasi oleh pak Bambang selaku Kabag Hukum Polres Banyuwangi, disampaikan kalau mobil saya mau di tarik atau disuruh menyerahkan, tetapi saya tidak mau, karena saya masih mau membayar tanggungan dan saya meminta tempo sampai tanggal 2 Bulan Agustus 2018. Namun pak Bambang tidak memperbolehkan, karena suratnya sudah resmi dan ditandatangani oleh Kapolres untuk pendampingan fidusia. Pada akhirnya mobil saya di eksekusi di lokasi Pos KTL Karangente dengan cara diderek dan saya pulangnya naik ojek,” terangnya kecewa atas pelayanan dan pengayoman tersebut.

Sementara itu, komentar pedaspun muncul dari salah seorang aktivis di Banyuwangi, bernama Yunus, “Dalam kredit macet atau wanprestasi ini, adalah ranah perdata yang harus diselesaiakan di pengadilan atau BPSK, jadi jangan seenaknya kepolisian ikut-ikut apalagi sampai ada tekanan atau intervensi dari kepolisian,” tegasnya.

Menanggapi permasalahan itu, di waktu terpisah, Perak menkonfirmasi Kapolres Banyuwangi, AKBP Donny Adityawarman melalui WhatsAppnya, “Hal tersebut, terkait teknis, terkait UU Fidusia, kepolisian Polres Banyuwangi sebagai pendampingan fidusia sudah mengikuti prosedur dan sudah dilakukan tahapan-tahapan proses. untuk penyitaan Polri juga mempunyai wewenang setelah melalui atau menjalankan tahapan proses yang sudah ada. Terkait tehnis dilapangan nanti saya ingatkan Kabag OPS,” ujarnya.

Sampai berita ini dibuat, pihak leasing PT MTF belum memberikan komentar dan tanggapan apapun. Sekedar mengingatkan saja terkait peristiwa tersebut diduga melanggar UU No.8/1999 tentang perlindungan Konsumen pun Kementerian Keuangan telah mengeluarkan peraturan yang melarang leasing atau perusahaan pembiayaan untuk menarik secara paksa kendaraan dari nasabah yang menunggak kredit kendaraan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.130/PMK.010/ 2012 tentang pendaftaran Fidusia bagi perusahaan pembiayaan yang dikeluarkan tanggal 7 Oktober 2012. Akan tetapi, bukan berarti nasabah dapat bebas dari beban angsuran/ cicilan.

Begitu juga tindakan Leasing melalui Debt Collector/Mata lelang yang mengambil secara paksa kendaraan dirumah, merupakan tindak pidana Pencurian. Berikut secara lengkap pasal- pasal yang siap menjerat Debt collector/ mata elang yang disewa perusahaan pembiayaan (Leasing):

Pasal 362: “ Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Pasal 363: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 1. pencurian ternak; 2. pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang; 3. pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak; 4. pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih: 5. pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. (2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Tindak pidana perampasan Pasal 365 KUHP (1) Diancam dengan pidana paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu, atau bila tertangkap tangan, untuk memungkinkan diri sendiri atau peserta lainnya untuk melarikan diri, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri. (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Perampasan sendiri diatur dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang mengatakan: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain; atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”

Dan terkait keterlibatan Polres Banyuwangi, bahwa jika eksekusi yang dilakukan tanpa ada akta/sertifikat fidusia yang sah artinya akta fidusia tidak dibuat di notaris dan didaftarkan ke pendaftaraan fidusia (di bawah tangan), maka perjanjian Jaminan Fidusia tersebut tidak memiliki hak eksekusi. Sehingga polisi tidak memiliki kewenangan melakukan pengamanan eksekusi sesuai pasal 29 UU No 42 tentang Jaminan Fidusia.

Saat ditanya Perak terkait tempat penandatangan akad kredit, Nurul menandaskan, bahwa penandatanganan akad kontrak kreditnya dilakukan dirumah bukan di hadapan Notaris,”saya juga tidak tau mas atas terdaftarnya fidusial tersebut karena saya tidak pernah merasa menandatangani perjanjian fidusia di depan notaris, saya cuman tandatangan waktu dirumah saja terkait perjanjian kridit saya,”pungkasnya.

Peristiwa ini merupakan contoh kasus dari sekian banyak kasus yang telah merugikan konsumen, maka mulai saat ini beranikan diri anda untuk menggugat pihak- pihak yang telah berbuat merugikan anda melalui upaya hukum dengan melapor ke BPSK diwilayah anda atau melalui gugatan ke Pengadilan Negeri termasuk membuat laporan/ pengaduan ke kepolisian sesuai dengan tempat kejadian perkara (TKP) jika disertai dengan perbuatan pidana, seperti perampasan dijalan, pengambilan paksa dirumah atau adanya bujuk rayu/penipuan dan hindari tindakan main hakim sendiri/ anarkisme. Tim

Berita Lainnya