PERAKNEW.com – Seksi tindak pidana khusus Kejaksaan Negeri Subang resmi menahan Kepala Desa dan Bendahara Desa Patimban (DP dan Sol) tersangka kasus dugaan korupsi dana sewa lahan bengkok, Selasa (14/3). Kini keduanya dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Subang.
Hal tersebut dibenarkan Kepala Seksi Intelejen Kejari Subang Akhmad Adi Sugiarto, S.H.,M.H., melalui telepon selulernya, Selasa (14/3). Ia menjawab singkat saat Peraknew.com bertanya “Benarkah Kades dan Bendahara Desa Patimban ditahan? “ dijawabnya “Ya”.
Berdasarkan infomasi yang diterima Peraknew.com menyebutkan bahwa aliran dana lahan sewa lahan bengkok ternyata bukan hanya diterima Kades dan Bendaharanya saja, namun hampir seluruh aparatur desa menerima aliran dana tersebut.
Berikut daftar penikmat dana sewa lahan bengkok:
- Kades Rp10 Juta/sekali pencairan X 6= Rp60 juta
- Sekdes Rp3 juta/sekali pencairan X 6= Rp18 juta
- Bendahara Rp3 juta/sekali pencairan X 6= Rp18 juta
- Kaur Kesra Rp3 juta/sekli pencairan X 6= Rp18 juta
- Kaur Umum Rp3 juta/sekali pencairan x 6= Rp18 juta
- Operator Rp3 juta/sekali pencairan X 6= Rp18 Juta
- Kolektor PBB Rp3 juta/sekali pencairan X 6= Rp18 juta
- BPD Rp30 juta X 6= Rp180 juta
- Satgas Rp3 juta X 6= Rp18 juta
- Pos KB Rp3 juta X 6= Rp18 juta
- Kepala dusun dan Ketua RT????
Berdasarkan hal tersebut timbul pertanyaan kenapa hanya kades dan bendahara saja yang ditetapkan sebagai tersangka? sementara yang diduga turut menikmati dana sewa lahan bengkok tersebut hampir seluruh aparatur desa. Lantas pertanyaan berikutnya Apa yang menjadi dasar jaksa menetapkan tersangka hanya kades dan bendaharanya saja?
Baca Juga : Soal Sertifikat Laut, Tim PPL Akan Ajak ATR/BPN Subang Cek Lokasi
Seperti diberikan sebelumnya, bahwa paska penetapan dua tersangka pelaku kasus dugaan korupsi dana sewa lahan bengkok desa Patimban, Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang pada Rabu (22/2/2023) lalu, Komunitas Anak Muda Peduli Anti Korupsi (KAMPAK) kembali menyerukan akan terus bergerak mendorong Kejari Subang Cq Kejati Jabar dan Kejagung untuk tetap mengusut kasus Mafia Tanah Patimban. Pasalnya kasus sewa lahan bengkok hanyalah kasus remeh-temeh dan sekedar pengalihan isu dari proses pengusutan kasus Kakapnya, yaitu Mafia Tanah Patimban yang diduga telah merugikan keuangan Negara sekitar Rp500 milar lebih.
Demikian diungkapkan Penanggungjawab konsorsium KAMPAK yang juga Ketua Umum Forum Masyarakat Peduli Jawa Barat (FMP-Jabar) Asep Sumarna Toha Alias Abah Betmen, Minggu (5/3/2023) di sekretariatnya dijalan Palabuan-Sukamelang.
Menurutnya berdasarkan pantauan dan hasil koordinasi yang intens dilakukan dengan Kejari Subang, bahwa dari awal tim seksi Pidana Khusus Kejari Subang yang dipimpin oleh Aep Saefulloh, S.H., selaku kasie Pidsus saat itu (kini dimutasi ke wilayah Hukum Kalimantan) sedang mengusut Mafia Tanah Patimban bukan Sewa Lahan Bengkok sebagaimana diberitakan oleh beberapa media baik lokal maupun Nasional.
Sementara tekait dengan dugaan pengalihan atau perubahan penanganan kasus serta dugaan penyalahgunaan wewenang yang diduga melibatkan mantan Kajari dan kasie Pidsus Kejari Subang telah dilaporkan ke Kejagung, Komisi Kejaksaan, Menkopolhukam dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (14/3/2023).
“Penetapan Tersangka Kades patimban dan bendaharanya dalam kasus sewa lahan bengkok itu hanya pengalihan isu saja dan kasus ini adalah kasus ecek-ecek, remeh-temehlah dan menurut kami kades Patimban itu hanya dijadikan tumbal saja. Karena dari awal kita ketahui bersama bahwa tim pidsus kejari Subang sedang menangani kasus mafia tanah patimban bukan sewa lahan bengkok dan itu sudah naik tahap penyidikan pada Mei 2022, eh tiba-tiba paska didemo oleh kelompok diduga pendukung mafia tanah Patimban yang mengangkat isu adanya JANGKRIK di Kejari Subang, tepatnya di bulan Oktober 2022 tim pidsus mengumumkan kasus sewa lahan bengkok naik penyidikan, itupun penetapan tersangkanya diulur-ulur sampe-sampe mereka berbohong bahwa penetapan tersangka harus diekpose di Kejati Jabar dan dipimpin langsung oleh Kajati,” paparnya.
Padahal, masih kata abah Betmen bahwa sudah banyak saksi yang telah dimintai keterangannya terkait kepemilikan surat keterangan desa (SKD) atau surat bukti seseorang menggarap lahan timbul/negara dan pihak terkait lainnya dan tentunya hal ini jelas dan tegas sama sekali tidak ada hubungannya dengan sewa lahan bengkok.
Lebih jauh Abah Betmen menegaskan bahwa kasus mafia tanah sangat mudah diusut jika Aparat Penegak Hukum punya kemauan untuk mengusutnya. “ini jelas Laut yang disertifikatkan dan pemilik aslinya adalah bukan masyarakat adat, mereka hanya diatasnamakan atau dipinjam KTP dengan iming-iming sejumlah uang, jadi sangat jelas unsur melawan hukumnya yakni diduga memalsukan data pemilik atau kasarnya melakukan penipuan terhadap Negara dan otomatis ini adalah perbuatan pengkhianatan terhadap rakyat juga. Usut tuntas siapapun yang terlibat didalamnya hinggga keakar-akarnya, tanpa pandang bulu!” pungkasnya.
Baca Juga : Mantap! Kades dan Bendahara Desa Patimban Ditetapkan Tersangka
Seperti diketahui bersama sejak naik tahap penyidikan pada bulan oktober 2022 lalu, KAMPAK telah berkali-kali melakukan aksi untuk mendesak Kejari Subang segera menetapkan tersangka, namun hal itu tak membuat I Wayan Sumertayasa, S.H.,M.H., dan Aep Saepulloh, S.H., Kajari dan Kasie Pidsus lama bergeming, malah membuat berbagai alasan hingga menyebut harus ekpose di Kejati Jabar dan dipimpin langsung oleh Kajati Jabar, namun hal itu lagsung dibantah oleh Kasi Penyidik Tipidsus Kejati Jabar, Dodi Emil Gazali, S.H.,M.H., dan Kasie Penerangan Hukum Sutan SP Harahap, bahwa sama sekali tidak ada arahan dari pimpinan dan ekpose merupakan kewenangan Kejari Subang karena nilai kerugiannya dibwah Rp1 miliar.
Bahwa berdasarkan informasi melalui aplikasi SENTUH TANAHKU-SURVEI TANAHKU dan data yang kami terima diduga ada sekitar 500 bidang tanah di Desa Patimban Kecamatan Pusakanagara Kab. Subang proses sertifikasinya menggunakan program Presiden RI, yakni melalui Redistribusi Tanah Obyek Landreform Tahun 2021 dan ada sekitar 69 bidang seluas lebih kurang 1.029.346 m2 objeknya adalah laut/teluk bernama Cirewang. Perlu diketahui bahwa identifikasi dan inventarisasi subyek dan obyek, pengukuran, penelitian lapang dilakukan oleh anggota sidang PPL (Panitia Pertimbangan Landreform), sidang PPL (sesuai SK Bupati), penetapan SK dan sampai penerbitan sertifikat. Laut Cirewang sudah bersertipikat diakui dan dibenarkan oleh ketua Tim dari Kantor ATR/BPN Subang yakni Hengky Sipayung.
Bahwa proses sertifikasi dasarnya adalah Surat Keterangan Desa (SKD) atas tanah Timbul/Negara yang diterbitkan Pemerintah Desa Patimban yang diduga fiktif. Lebih mirisnya pemilik nama yang tercatat dalam SKD diduga hanya dipinjam KTPnya saja dengan iming-iming uang sebesar Rp3-5 jutaan dan diduga pemilik aslinya adalah oknum pejabat, APH, Ketua LSM/Ormas dan Pengusaha.
Baca Juga : KAMPAK Datang Lagi, Kejati Jabar Pastikan Penetapan Tersangka Mafia Tanah Patimban Secepatnya!
Jika saja 500 bidang itu setara dengan 500 hektar lebih tanah negara yang dihibahkan oleh Negara kepada masyarakat Adat di Desa Patimban dan harga tanah semisal 100.000 permeter, maka dugaan kerugian negaranya mencapai Rp.500 Miliar. (tim)