oleh

Imbalan Rp 200 Juta Menanti Bagi Pelapor Perkara Korupsi

PERAKNEW.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta warga ikut aktif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Warga juga hendak menerima imbalan bila bersedia memberi tahu terdapatnya dugaan tindak pidana korupsi.

“Untuk warga yang ikut berfungsi aktif dalam kerja-kerja pemberantasan korupsi khususnya lewat pengaduan dugaan tindak pidana korupsi, hendak diberikan penghargaan selaku wujud apresiasi negara,” ucap Direktur Pelayanan Laporan serta Pengaduan masyarakat KPK Tomi Murtomo dalam keterangannya, Jumat 2 September 2022.

Bagi ia, imbalan yang diberikan negara terhadap pelapor perkara korupsi tertuang dalam Pasal 17 PP 43 Tahun 2018 tentang Tata Metode Penerapan Kedudukan Dan masyarakat dalam Penangkalan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tomi menyebut, pelapor dapat menerima imbalan optimal Rp 200 juta dalam tiap laporan.

Baca Juga : Kejagung Tahan Surya Darmadi Tersangka Korupsi Kelas Kakap

“Dalam Pasal 17 PP 43 Tahun 2018 dipaparkan pelapor berhak memperoleh berbentuk premi sebesar 2 permil dari jumlah kerugian keuangan negara yang bisa dikembalikan dengan nilai optimal yang dapat didapatkan yakni Rp 200 juta,” ungkapnya.

Sedangkan buat pelapor dugaan terdapatnya tindak pidana suap, hingga pelapor dapat memperoleh imbalan dari negara dengan angka optimal Rp 10 juta. Tetapi tidak cuma mendapat uang, pelapor pula hendak menerima apresiasi lain dari negara.

“Dalam perihal tindak pidana korupsi berbentuk suap, besaran premi yang diberikan sebesar 2 permil dari nilai uang suap serta ataupun uang dari hasil lelang barang rampasan. Besaran optimal yang dapat didapatkan pelapor yakni Rp 10 juta. Tidak hanya uang tunai, penghargaan lain yang dapat didapatkan yakni berbentuk piagam,” ujarnya.

Kemudian, ia menarangkan buat memperoleh penghargaan ini pastinya terdapat sebagian kualifikasi yang wajib dipadati dari pelapor. Baginya, pelapor yang berhak menerima imbalan ialah yang beperan aktif dengan memberikan data secara rigid, mempunyai mutu data laporan ataupun perlengkapan fakta, serta resiko faktual untuk pelapor.

Baca Juga : Kejagung Libatkan BPK Serta BPKP Terkait Kasus Korupsi 78 T Surya Darmadi

“Penghargaan ini dapat diberikan sehabis perkara inkracht. Nanti hendak terdapat tim khusus yang memperhitungkan serta memberikan penghargaan,” ucap Tomi.

Tomi menyebut, sampai pertengahan tahun 2022, KPK sudah memverifikasi sebanyak 2.069 laporan terkait dugaan tindak pidana korupsi. Sayangnya, sebanyak 1.235 ataupun 60% dari laporan tersebut belum penuhi standar pelaporan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 43 Tahun 2018.

Sementara itu, bagi ia, dalam beleid tersebut mengendalikan segala ketentuan pelaporan warga yang baik serta benar. Ialah, pengaduan wajib dilengkapi bukti diri pelapor semacam nama, alamat lengkap, pekerjaan, no telepon, fotokopi KTP serta data yang lain.

Tidak hanya itu pelapor pula wajib memberikan penjelasan kenyataan kronologi dugaan tindak pidana korupsi baik yang dikenal, didengar, ataupun dilihat secara langsung. Setelah itu pelapor pula berarti menyertakan fakta permulaan, jenis korupsi, serta sumber informasi buat dilakukan pendalaman.

“Ini yang jadi modal melapor ke KPK, biar warga ataupun pelapor tidak sembarangan memberi tahu. Makanya penjelasan kenyataan ini jadi berarti,” ucapnya.

Baca Juga : Adanya Dugaan Korupsi Jual Beli BBM Dibalik Rencana Kenaikan BBM

Dalam penjelasan kenyataan tersebut, pelapor menarangkan tentang dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan. Contohnya, pelapor menginformasikan pihak-pihak yang terindikasi melakukan dugaan tindak pidana korupsi. Pula mengantarkan gimana proses aliran uangnya kepada pihak-pihak yang melakukan permufakatan jahat.

Dengan penjelasan kenyataan serta fakta permulaan yang cukup, Tomi menarangkan KPK hendak menindaklanjuti laporan tersebut pada tahapan penelahaan. Nantinya pada proses ini, KPK hendak memberikan pembaharuan kepada pelapor buat melaksanakan proses verifikasi data serta kenyataan lebih lanjut.

“Bila bukti-bukti serta data cukup hingga hendak dilanjutkan kepada proses penyelidikan perkara. Kadangkala pelapor tidak mempunyai akses informasi secara utuh. Hingga KPK hendak proaktif mencari pihak-pihak lain yang dapat memberikan tambahan detil informasi,” ungkapnya.

Dalam PP Nomor 43 Tahun 2018, Tomi menguraikan proses administrasi dilakukan sepanjang 30 hari kerja. Pada sesi ini, KPK hendak melakukan verifikasi serta memberikan reaksi kepada pelapor apakah laporan tersebut diarsipkan ataupun ditindaklanjuti ke sesi pemeriksaan substantif.

“Tetapi berapa lama pengaduan ini dapat jadi perkara itu belum terdapat rumusnya sebab bergantung penemuan yang berkembang,” ucapnya.

Baca Juga : Polri Segera Tetapkan Tersangka Korupsi Bantuan Gerobak Kemendag

Lanjut Tomi, walaupun laporan dari warga tersebut belum ditindaklanjuti, Tomi memastikan data tersebut hendak jadi database. Maksudnya bila dikemudian hari didapatkan fakta, informasi, pengembangan, ataupun laporan baru dengan fakta yang lebih lengkap hingga laporan tersebut hendak kembali berperan.

“Kala penjelasan kenyataannya tidak cukup, informasi dukungnya sedikit, serta dugaan TPK-nya sumir hingga belum dapat ditindaklanjuti. Tetapi senantiasa teragendakan di databese. Sebab bisa jadi kita hendak mendapatkan informasi lain, baik dari pelapor yang sama ataupun yang lain, ataupun kala kita proaktif memperbanyak informasinya,” ucap Tomi.

Di sisi lain, Tomi meminta pelapor buat mengisi bukti diri sekurang-kurangnya yakni no telepon aktif. Perihal ini buat mengestimasi laporan tersebut tidak fiktif ataupun terbuat buat tujuan yang tidak baik, semacam pemerasan ataupun modus-modus yang lain.

“Oleh sebab itu, KPK pula meminta warga yang hadapi perihal tersebut buat memberi tahu supaya dapat ditindaklanjuti,” ujarnya

KPK meminta warga bila mempunyai informasi ataupun bukti-bukti terbentuknya korupsi, jangan ragu buat melaporkannya ke KPK. Kerahasiaan bukti diri pelapor dipastikan sepanjang pelapor tidak mempublikasikan sendiri Mengenai laporan tersebut.

Baca Juga : Kejagung Ringkus 2 Buronan Perkara Korupsi

“Bila proteksi kerahasiaan tersebut masih dirasa kurang, KPK pula bisa memberikan pengamanan fisik sesuai dengan permintaan pelapor,” Jelasnya. (Red)

Berita Lainnya