oleh

IKBARO Desak APH Usut Tuntas Dugaan Korupsi Dana Pengadaan Masker Milyaran Rupiah

-JAWA TIMUR-1,250 views

MOJOKERTO-JATIM, (PERAKNEW).- Ikatan Keluarga Besar Masyarakat Mojokerto (IKBARO) mendesak aparat hukum untuk mengusut tuntas dugaan korupsi pembelian masker yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto yang nilainya milyaran rupiah.

Koordinator IKBARO, Najib Santoso menyatakan, bahwa dugaan korupsi ini sangat menciderai masyarakat Indonesia umumnya dan Kabupaten Mojokerto, Provinsi Jawa Timur (Jatim) khususnya yang tengah mengalami pandemi Covid-19. Maka, uang negara untuk penanganan dan pencegahan penularan Covid-19 seharusnya tidaklah dikorupsi, “Dugaan korupsi dana Covid-19 untuk pembelian masker ini harus diusut tuntas, karena para pelaku seolah tidak peduli pada bencana yang menimpa negeri ini. Saat wabah menyerang masyarakat, kok tega mereka itu korupsi dana yang seharusnya dipakai untuk menangani pandemi Covid-19 ini,” kata aktivis yang akrab disapa Santoso ini.

Santoso juga mengungkapkan, bahwa surat laporan dugaan korupsi ini disampaikan pada Presiden, KPK, Kapolri dan Jaksa Agung, agar penanganan dugaan korupsi dana penanganan Covid-19 ini bisa lebih serius dan maksimal, “Kami melaporkan hal ini pada Presiden, KPK, Kapolri dan Kejaksan Agung, agar pengusutannya benar-benar serius. Karena sudah ada pihak yang mengaku adanya dugaan korupsi ini dan pihak Kepolisian serta Kejaksaan di Mojokerto melalui media massa hanya membantah, bahwa mereka terlibat dalam dugaan korupsi ini serta menyatakan berjanji akan mengusutnya sejak Bulan Juni 2020, tapi sampai saat ini tampaknya belum ada tindaklanjut sama sekali. Ini bisa menimbulkan anggapan yang tidak baik di masyarakat,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya telah ramai tentang adanya dugaan korupsi pengadaan masker ini, dimana dana untuk pembelian masker ini terindikasi menjadi bancakan. Hal ini terungkap karena adanya pengakuan dari pihak yang menyatakan sebagai penyedia masker, dimana dari harga masker itu, ada sebelum mendapat pekerjaan harus berkomitmen memberikan uang kembalian atau cash back untuk diberikan pada oknum-oknum atau instansi tertentu, yakni Kejaksaan, Kepolisian dan Bupati Mojokerto.

Sedangkan Bupati (Non-aktif) Mojokerto, Pungkasiadi yang saat ini sedang cuti untuk kampanye pemilihan Bupati Mojokerto 2020, karena maju sebagai calon petahana, belum memberikan tanggapan.

Seperti dikutif Jawa Pos Radar Mojokerto menyebut, salah satu sumber bancakan itu berasal dari pengadaan masker kain berlogo Pemda Mojokerto. Pengadaan masker ini mencapai satu juta lembar masker dan dibagikan ke masyarakat.

Seorang perajin menceritakan, pengadaan masker itu menjadi ladang empuk bagi sejumlah orang. Karena, mereka meminta fee atas proyek yang diberikan, “Waktu saya dapat jatah untuk kerjakan masker. Tidak banyak. Tidak sampai 100 ribu masker,”’ ujarnya.

Masker yang harus dibuatnya itu, dengan spesifikasi yang cukup bagus. Yakni, menggunakan kain oxford (sejenis kain kaus katun), tebal dua layer, dan logo pemda yang dibordir. Dengan spesifikasi itu, pria ini mendapat harga Rp4.500 per lembar. Namun, sebelum mendapat proyek itu, ia diminta untuk komitmen. Yakni ada cashback senilai Rp550 per lembar, “Alasannya, uang kembalian itu untuk tiga institusi,” beber dia.

Salah satu pegawai Pemkab Mojokerto mencatutketiga institusi itu, Kejaksaan Negeri senilai Rp200 per lembar, Rp200 untuk kepolisian dan Rp150 untuk Bupati Mojokerto.

Permintaan cashback yang cukup besar tak mampu membuat dirinya melayangkan penolakan. Karena, sejak pandemi Covid-19 melanda, home industry miliknya nyaris mati suri. Berbagai pekerjaan yang kerap dijalankannya, berhenti total. Pasca mengamini permintaan fee itu, ia pun langsung mengerjakan masker yang dipesan Pemkab Mojokerto.

Hampir dua pekan mengerjakan proyek itu, akhirnya tuntas. Dan ia pun mengirimkannya ke Pemkab Mojokerto untuk segera didistribusikan ke masyarakat luas.

Bagi perajin, kata pria ini, harga masker sebesar Rp 3.950 per lembar, terlalu murah. Karena, biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan masker cukup tinggi. Di antaranya, bordir logo pemda senilai Rp 1.000 per lembar, bahan masker, hingga penjahit, “’Di pasaran, dengan kualitas masker yang sama, bisa dijual dengan harga di atas Rp 10 ribu,” beber dia.

Meski mendapat proyek dengan harga murah, tetapi ia terpaksa menerimanya, “Selain karena sebagai bentuk aksi kemanusiaan, penjahit-penjahit saya juga bisa dapat pekerjaan,” ungkapnya.

Sementara itu, Koordinator Logistik Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Pemkab, Mojokerto Muhammad Zaini tak berhasil dikonfirmasi terkait pengadaan masker ini.

Sedangkan, Dinas Kesehatan Mojokerto sebagai stakeholder pengadaan masker, melalui Kadinkes, dr. Sujatmiko justru melempar dan meminta untuk mengklarifikasi ke salah satu stafnya, “Silakan tanya langsung ke Mas Nanda (Nanda  Hasan Solihin),” katanya singkat.

Meski begitu, ia meyakini, proses pengadaan sudah melalui prosedur dan aturan resmi pemerintah. Ia memastikan, saat pengadaan masker, dirinya tengah menjalani karantina mandiri setelah dinyatakan positif Covid-19.

Dugaan bancakan proyek pengadaan sejuta masker di tengah pandemi Covid-19 juga menyita perhatian kepolisian. Polres Mojokerto membantah terlibat langsung, apalagi menerima fee dalam pengadaan salah satu alat pelindung diri (APD) yang diketahui di bagi-bagi ke setiap pelosok desa.

Seiring dicatutnya institusinya, korps Bhayangkara ini memastikan turut menelusuri dugaan praktik kotor tersebut. Belakangan, bahkan tim yang dibentuk satreskrim sudah melakukan pemanggilan rekanan proyek sebagai langkah klarifikasi atas pengadaan masker, “Akan kita dalami. Kita verifikasi dulu,” kata Kasatrekrim Polres Mojokerto AKP Rifaldy Hangga Putra, kemarin.

Rifaldi memastikan akan mengkroscek kebenaran informasi tersebut. Tim yang dibentuk sudah melakukan pemanggilan terhadap rekanan proyek yang diduda turut terlibat dalam pengadaan sejuta masker berlogo Pemkab Mojokerto tersebut.

Hanya, pemanggilan ini sebatas untuk mengklarifikasi, “Belum sampai dilakukan BAP (berita acara pemeriksaan). Dikrarifikasi saja kemarin, Senin (29/6),” tegas Rifaldy.

Dia menegaskan, petugas akan terus melakukan pulbaket. Termasuk mempelajari aturan pengadaan masker yang dipenggawai Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mojokerto.

Kepolisian akan menelusuri siapa saja yang mendapat proyek pengadaan masker kain yang dilakukan tim Gugus Tugas Covid-19 dengan mekanisme penunjukan langsung (PL). Pun demikian dengan aliran dana yang digelontorkan.

Sebaliknya atas pencatutan istitusinya, Rifaldy langsung membantah. Menurutnya, pencatutan institusinya mendapatkan “Pembagian fee proyek masker tersebut merupakan hal yang ngawur,” tandasnya.

Dia menegaskan, lembaganya tak pernah menerima sepeser pun atas proyek pengadaan masker tersebut. Apalagi, permintaan cashback yang cukup besar atau Rp200 per lembar yang sebelumnya disebutkan, “Makanya, langkah kami saat ini sedang melakukan penelusuran. Kami pastikan tidak ada itu (fee, Red),” tegasnya.

Sebelumnya, seorang rekanan yang mendapat kontrak 300 ribu masker dari dinkes ogah memberikan keterangan secara detail atas cashback proyek tersebut. Hanya, ia memastikan, kabar adanya fee tersebut tak mengada-ada, “Memang ada dan tidak kecil,” jelasnya.

Meski menolak merinci, namun ia memastikan, saat terpilih sebagai pemenang lelang sederhana di Dinkes, ia tak pernah mendengar adanya persentase pembagian, “Londongan saja. Karena saya dapatnya lumayan,” beber dia sembari menyebut jika ia mendapat proyek senilai Rp1,8 Miliar.

Selain Polres Mojokerto, Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto membantah atas tudingan mendapat fee proyek masker tersebut.

Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Mojokerto, Agus Haryono mengatakan, pengadaan masker non medis dengan harga perajin Rp4.500 per lembar itu, dilakukan sebelum kejari terlibat dalam tim gugus, “Saat kami masuk (menjadi tim pengawasan), pengadaan itu sudah dilakukan,” ujarnya.

Dengan tak dilibatkannya dalam proyek itu, tegas Agus, maka pencatutan nama lembaga untuk mendapat cashback, sangat tak rasional, “Kami belum masuk. Tentunya, tidak ada apa-apa,” jelas mantan Kasi Intel Kejari Cianjur, Jawa Barat tersebut.

Agus memastikan, lembaganya tak pernah menerima sepeserpun atas pembagian fee proyek masker yang dipunggawai Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mojokerto tersebut. Saya berani memastikan, tidak pernah menerima apa pun,” tegas dia.

Sementara itu, terkait dengan pengadaan masker kain yang dilakukan tim Gugus Tugas Covid-19 dengan mekanisme penunjukan langsung (PL), bukan menjadi sumber persoalan. Akan tetapi, ia menjadi merah telinga setelah institusinya dicatut untuk meraup keuntungan dalam proyek pengadaan masker, “Kami telusuri. Siapa saja yang mendapatkan proyek itu dan ke mana aliran dananya,” beber dia. (CJ-Indra)