oleh

Harun Masiku Lenyap Ditelan Genderewo?

JAKARTA, (PERAKNEW).- Keberadaan Harun Masiku, tersangka kasus suap pengurusan Pergantian Antarwaktu (PAW) masih menjadi misteri. Walau diketahui sudah berada di Indonesia, sampai detik ini KPK belum berhasil menangkap politikus Kader Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) itu, terkesan tak berdaya.

Lenyapnya Harun Masiku, mungkin tak relevan lagi dibaratkan Lenyap ditelan Bumi atau Lenyap ditelan Angin, pantasnya Lenyap ditelan Genderewo saja, sebab secara serentak dan mendadak pihak- pihak terkait terlihat menjadi lemah dan tak berdaya untuk menemukan sang Masiku. Maka timbulah pertanyaan, Siapakah Masiku, Ada apa dengan Aparat Negeri ini? Aneh, M Nazarudin yang buron ke Kolombia  saja bisa ditangkap, Masiku yang konon katanya masih berada didalam Negeri tak terdeteksi?

Seperti diungkapkan Peneliti ICW Kurnia Ramadhana yang protes keras kepada Firli Bahuri (Ketua KPK dkk). Ia membandingkan saat Nazaruddin buron karena ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus korupsi suap Wisma Atlet di Palembang dengan mudah ditangkap pada 2011 lalu di Kolombia.

“Nazarudin yang di Kolombia saja bisa ditangkap oleh KPK, kenapa Harun yang jelas-jelas sudah di Indonesia saja tidak mampu segera diproses?” kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Rabu (29/1).

Hal itu dibantah Firli, ia mengatakan, semua wilayah yang terindikasi keberadaan Harun sudah dilakukan pengecekan yaitu di Sulawesi dan Sumatera Selatan. Namun, Harun belum berhasil ditemukan.

“Kami sudah cari, semua wilayah yang ada indikasi ada tempat persembunyiannya, apakah di Sulawesi, apakah di Sumatera Selatan, sudah kita lakukan semua, tetapi belum ada, belum ketangkap,” kata Firli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/1/2020).

Firli mengakui, mencari seorang buronan bukan persoalan yang mudah. Oleh karenanya, ia belum bisa memastikan apakah Harun bisa tertangkap dalam waktu dekat.  Bahkan Firli mengibaratkan pencarian seseorang tersebut sama dengan mencari jarum dalam sekam.

Sebelumnya proses kasus suap dalam Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR dari PDIP, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan empat orang tersangka, yaitu Wahyu SetiawanAgustiani Tio FridelinaSaeful dan Harun Masiku.

Wahyu Setiawan adalah Komisioner KPU, Agustiana Tio Frideline sebagai orang kepercayaannya, sekaligus mantan Anggota Badan Pengawas Pemili (Bawaslu) dan Saeful disebut sebagai pihak swasta, serta Harun Masiku adalah calon anggota legislatif (caleg) DPR dari PDIP.

Pasalnya, praktek suap itu dilakukan mereka, untuk memuluskan Harun agar dijadikan anggota DPR RI melalui proses PAW tersebut, pada periode 2019-2024.

Wahyu, Agustiani, dan Saeful sudah ditahan KPK setelah terjaring lewat Operasi Tangkap Tangan (OTT), pada Rabu (8/1/2020) lalu.

Dalam penangkapan itu, KPK mengamankan sekitar Rp400 juta dalam bentuk mata uang dollar Singapura dan buku rekening yang diduga terkait perkara, dikantong Agustiani.

Sementara itu, untuk tersangka lain yang berhasil melarikan diri alias buron, yaitu Harun Masiku, sehingga hingga saat ini, KPK memasukkan nama tersangka Harun Masiku dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan kabarnya, foto Harun sebagai DPO juga dipasang di situs resmi KPK.

Diketahui Harun Masiku merupakan calon anggota legislatif dari Dapil Sumatera Selatan I. Ia diduga menyuap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, sebesar Rp900 juta untuk lolos ke Senayan menggantikan koleganya Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia.

Supaya bisa melenggang ke DPR, Harun Masiku disokong PDI Perjuangan dengan menyerahkan surat fatwa Mahkamah Agung yang isinya meminta KPU menetapkan Harun sebagai anggota dewan.

Namun keputusan KPU dalam rapat pleno 7 Januari 2020 menolak surat permohonan partai berlambang banteng tersebut dan menetapkan Riezky Aprilia yang memperoleh suara terbanyak kedua.

Sementara itu, KPK sempat mendeteksi tersangka Harun berada di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) sebelum melakukan OTT eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan tersebut. Namun, kala itu KPK mengaku kehilangan jejak, sehingga tidak bisa menangkap Harun, “Sudah saya sampaikan memang ada di sekitar Kebayoran Lama sekitar situ, kemudian tempat tinggal Harun juga di Kebayoran Lama, PTIK juga di Kebayoran, teman-teman ada di sana melakukan bagian rangkaian dari penangkapan operasi tangkap tangan yang mengamankan 8 orang itu dan dibawa. Kemudian melakukan pencarian dan tidak bisa mengambil yang bersangkutan, karena kehilangan apa, yang bersangkutan saat itu,” kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri, di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2020).

Ditempat terpisah, paska buronnya Masiku belakangan Komisi III DPR RI dalam rapat bersama Kapolri, Kamis (30/01/2020). Anggota Fraksi PAN, Sarifuddin Suding mengatakan, bahwa kejadian di komplek sekolah polisi itu masih tak jelas dan memunculkan kesan Polri menghalangi penyidik anti-rasuah menangkap Harun Masiku, “Apa yang sesungguhnya terjadi di PTIK? Sampai-sampai petugas KPK diinterogasi dan dilakukan pemeriksaan urin,” ujar Sarifuddin Sudding, di Gedung DPR Jakarta.

Dari Fraksi Demokrat, Benny K Harman pun mendesak Kapolri, Idham Azis tentang informasi yang ia terima, bahwa penyidik KPK disekap semalam suntuk, “Kalau bisa jelaskan dengan gamblang informasi yang disampaikan kepada kami betul atau tidak, penyidik KPK disekap? Kedua, kenapa HM ke PTIK? Setelah dilacak, kuat dugaan HM ke sana, sebab katanya Gubernur PTIK mantan direktur penyidik KPK dan kenal baik dengan HM, karena mungkin satu kampung. Mungkin ini musti dijelaskan, ada apa di PTIK?” tukas Benny.

Ditekan seperti itu, Kapolri tidak menjelaskan dengan rinci perihal kejadian 8 Januari silam itu. Ia cuma mengatakan, sehari sebelum operasi tangkap tangan, area PTIK telah diclearkan lantaran Wakil Presiden, Ma’ruf Amin akan melaksanakan olah raga pagi. Sehingga siapapun yang masuk ke sana, sudah pasti diperiksa, kata Kapolri, “Sesuai Protap Waskita sejak semalam diclearkan di sana. Tentu kalau ada orang dengan dalih mau sembahyang, dilakukan pemeriksaan oleh Provos. Kemudian apakah hadir yang bersangkutan (Harun Masiku) hadir di sana, karena ada hubungan dengan Gubernur PTIK, saya tidak mau berandai-andai,” ujar Idham Azis menjawab pertanyaan DPR. Lanjut Azis, “Yang jelas saya tidak tahu kalau Harun Masiku ada di PTIK,” sambungnya.

Mendengar jawaban itu, Sarifuddin Suding, tidak puas. Ia kembali menghujani dengan pertanyaan, apakah memang Harun Masiku bersama seseorang yang berlindung di PTIK, “Saya secara pribadi, enggak tahu masalah itu,” jawab Idham Azis singkat.

Yang pasti menurutnya, tidak ada penyekapan yang dilakukan anggotanya kepada penyidik KPK, “Saya tidak mau berandai-andai, tapi yang jelas, tidak ada kata penyekapan.”

Idham Azis memohon, “Mohon direstui, secepatnya tim sedang bekerja di lapangan. Kalau tim Polri ketemu, akan diserahkan ke KPK,” dalihnya.

Sementara itu, Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman mengatakan, kasus ini mempertaruhkan nama baik pemerintah. Sebab sedari awal pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, telah menyampaikan informasi keliru, “Bahkan itu hoaks yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM dan KPK,” tandas Zaenur.

Ia juga mengatakan, keputusan Menteri Yasonna Laoly yang memecat Dirjen Imigrasi, Ronny F Sompie, dianggap sebagai langkah cuci tangan, “Bisa dikatakan Yasonna menyalahkan anak buah daripada mengambil tanggung jawab sendiri. Jadi dari kasus ini kita bisa lihat, bahwa Yasonna sedang menyelamatkan diri dan melempar kesalahan pada anak buah. Padahal, dia menteri sebagai penanggung jawab dan dia yang menyampaikan ke publik perihal informasi lintas batas Harun Masiku yang keliru,” jelas Zaenur.

Sementara, Sekjen Transparancy International Indonesia (TII), Dadang Sasongko, menilai KPK semestinya tidak kesulitan menemukan Harun Masiku yang masih berada di Indonesia.

Ia merujuk pada rekam jejak lembaga antirasuah menangkap sejumlah tersangka korupsi yang selalu mangkir dari panggilan bahkan kabur keluar negeri, “Harusnya KPK tidak ada hambatan mencari Harun Masiku melihat reputasi selama ini ketika mencari orang-orang yang seharusnya hadir ketika dipanggil KPK,” imbuh Dadang.

Menurut Sekjen Transparency International Indonesia (TII), Dadang Sasongko, posisi Harun Masiku penting untuk mengungkap skandal korupsi politik di tubuh partai, “Kemungkinan dia menjadi bagian atau titik temu dari berbagai pihak yang mungkin belum terungkap,” imbuh Dadang.

Kasus-kasus korupsi politik seperti ini, katanya, menjadi makanan rutin KPK selama ini. Tapi kini menjadi pelik dan berisiko, karena lembaga anti-rasuah tersebut, berada di bawah kepemimpinan baru yang diragukan komitmen pemberantasan korupsinya, “Oleh karena itu, kasus ini menjadi batu ujian bagi KPK apakah bisa menangani sampai tuntas atau menyasar orang-orang tertentu yang tidak punya back-up politik yang kuat,” pungkasnya.

Sejauh ini keberadaan Harun Masiku masih sumir. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, sempat berkeras politikus PDIP itu berada di luar negeri.

Tapi belakangan dibantah oleh istri Harun dan diamini Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie. Dikatakan Harun Masiku berada di Indonesia sejak 7 Januari silam.

Menyikapi rapat tersebut, Kapolri Idham Azis yang dicecar pertanyaan terkait keberadaan Harun Masiku di sekitaran gedung PTIK pada awal Januari lalu, menjadi teka-teki dimana Harun Masiku?

Dengan demikian, dalam kasus tersebut, Harun Masiku dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Red/Net

Berita Lainnya