SUBANG, (PERAK).- Penjajahan dari sejak dahulu kala memang diawali dari ekonomi. Penjajahan model seperti ini tanpa disadari oleh masyarakat karena ekonomi merupakan kebutuhan masyarakat yang teramat penting untuk kehidupan.
Salah satu penjajahan ekonomi yang paling nyata dan dirasa saat ini adalah waralaba atau toko modern. Seakan mendapat angin segar atas diberlakukannya revisi Perda No. 4/2010 yang publik tentu masih mengingat pengesahannya dilakukan tengah malam, akibatnya toko-toko modern semakin menggila pembangunannya di Kabupaten Subang.
Seperti contoh diwilayah Purwadadi, tepatnya di Kp Sidamukti Purwadadi. Toko modern tersebut diduga tidak memiliki izin baik IMB (Izin Mendirikan Bangunan) ataupun IUTM (Izin Usaha Toko Modern). Toko modern tersebut adalah yang ke tiga setelah toko modern Wanakerta 1 dan Wanakerta 2.
Dugaan toko modern tersebut tidak berizin itu semakin kuat tatkala pembangunannya terkesan ditutup- tutupi baik secara fisik maupun identitas pemilik.
Hasil investigasi Perak di lapangan menemukan saat proses pembangunannya telah terjadi kamuflase terlihat sebuah plang yang bertuliskan nama sebuah salon mobil, diduga plang tersebut digunakan untuk mengelabui wartawan dan pihak-pihak yang dianggap dapat menghambat kelancaran pembangunan tersebut.
Salah seorang warga setempat Deni membenarkan bangunan tersebut diperuntukan untuk kepentingan toko modern. “Ya memang betul, itu adalah bangunan untuk Indomaret, tapi untuk pemiliknya siapa sayapun tidak tahu,” ujarnya gamblang.
Selain Deni kami pun sempat mendatangi dan mencoba meminta informasi dari seorang buruh bangunan yang mengerjakan pembangunan toko modern tersebut, namun ia hanya memberikan sedikit informasi dan meminta agar namanya tidak dimunculkan di media.
Buruh bangunan tersebut membenarkan bahwa bangunan yang sedang dikerjakannya untuk Indomaret
“Sabenerna ieu bangunan rek dijieun indomaret, masalah nu bogana saha mah urang ge teu apal, da urang mah kuli hungkul,”(sebenarnya bangunan akan diuat Indomart, masalah siapa pemiliknya saya juga tidak hapal. Karena saya cuma kuli) ujar buruh bangunan dengan bahasa Sunda.
Seperti diketahui dampak maraknya Waralaba di Kabupaten Subang tentunya bukan hanya pedagang kecil saja yang dirugikan tetapi kalangan orang yang kurang mampu juga terkena imbasnya, terlebih dampak kedepannya, yakni dampak perekonomian masyarakat, dampak sosial terhadap masyarakat, dan ketika took-toko modern ini semakin banyak maka banyak pedagang kecil yang gulung tikar dan bangkrut.
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Subang dinilai teledor dalam membuat perda perubahan tentang Waralaba, selain itu Pemkab Subang terkesan lebih mengutamakan usaha milik kaum kapitalis dibandingkan dengan pedagang pedagang kecil yang notabenya adalah rakyat Subang, selain itu SATPOL-PP juga dinilai tebang pilih dan tidak adil dalam melakukan penertiban. Lebih tegasnya bahwa kebijkan pemkab Subang tidak pro rakyat dan bahkan membunuh rakyatnya sendiri. A.Firdaus