oleh

Dugaan Pungli PTSL Kades Rancaasih Akan Panggil Panitia

PATOKBEUSI-SUBANG, (PERAK).- Masyarakat Desa Rancaasih, Kecamatan Patokbeusi, Kabupaten Subang, mengeluh atas dugaan pungutan liar (Pungli) biaya program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dengan harga Rp500 Ribu (Lima ratus ribu rupiah) per bidang.

Seperti diungkapkan oleh beberapa warga penerima manfa’at program PTSL anggaran tahun 2018 di desa tersebut, bahwa selain dipungut Rp500 Ribu, sudah hampir satu tahun, masih banyak yang belum menerima sertifikat program PTSL itu, “Katanya uang Rp500 ribu untuk biaya pengukuran, materai dan kepentingan pemberkasan lain-lain sampai selesai, tapi sudah hampir satu tahun belum juga selesai, paling baru sedikit orang disini yang sudah jadi,” ungkap mereka sambil mengatakan, “Pembayaran sebesar Rp500 ribu itu, ada yang sudah lunas, ada juga yang belum. Tapi kalau masyarakat, sertifikat jadi, pasti siap bayar,” tandasnya kesal.

Ketika dikonfirmasi Ketua Panitia PTSL Rancaasih, H. Andi di rumahnya mengatakan, “Pungutan program PTSL ini, sebesar Rp500 Ribu per bidang. Mengenai pelaksanaannya banyak kendala, saya kira akan beres dengan waktu dua tiga bulan saja. Namun, pada kenyataanya rumit dan belum selesai hingga sekarang,” ujarnya, Kamis (1/2/2019).

Adapaun berbagai kendalanya lanjut Andi, “Banyak berkasnya yang belum diserahkan ke BPN, karena kekurangan dana untuk beli materai, masih banyak warga yang belum bayar, jadi sampai saat ini banyak warga yang belum tandatangani warkahnya. Sehingga Pjs kades juga belum tandatangan, apalagi sekarang sudah diganti oleh kades baru terpilih. Ya, selama warga belum tandatangani warkah gak bakalan jadi sertifikat,” tuturnya santai.

Jumlah bidang tanah yang masuk PTSL sambung Andi, “Di desa ini, kurang dari 2000 (Dua ribu) bidang, dari jumlah itu, ada sekira 20% (Dua puluh persen) dipastikan tidak bisa jadi sertifikat, karena NIB (Nomor Induk Bidang)nya tidak muncul di BPN. Kendala-kendala ini belum saya sampaikan kepada seluruh warga penerima manfa’at, baru pada beberapa tokoh saja,” katanya leha-leha.

Menyikapi permasalahan itu, Kades Rancaasih, H. Tajudin Nirwan berjanji akan memanggil seluruh panitia PTSL dimaksud, “Saya baru beberapa hari ini menjabat jadi Kades Rancaasih. Ini tugas awal saya. Mengenai permasalahan PTSL ini, Insya Allah saya akan segera memanggil panitia dan aparatur desa yang bersangkutan, untuk memusyawarahkan masalah tersebut dan mencari solusinya. Sebab, ini jangan dibiarkan berkepanjangan, kasihan masyarakat yang sudah cukup lama berbulan-bulan menunggu sertifikat, sementara informasinya kemungkinan banyak yang tidak bisa jadi sertifikatnya,” terangnya prihatin.

Tajudin menegaskan, “Seharusnya ketika banyak kendala, panitia atau aparatur yang bersangkutan segera informasikan ke masyarakat, jangan diam saja, kalau begitu kapan mau ada solusi. Apalagi kendalanya masalah uang, kan masyarakat dipungut biaya. Padahal nilai Rp500 Ribu itu sudah lumayan besar bagi program PTSL ini,” tegasnya kepada Perak, di rumahnya, Kamis (1/2/2019).

Sekedar mengingatkan, sebagai edukasi hukum. Jika dugaan itu benar adanya, sudah barang tentu pelaku pungutan liar tidak hanya dapat dijerat dengan pasal KUHP. Pelaku juga mungkin dijerat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena praktik pungutan liar dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan.

Jika pelaku merupakan pegawai negeri sipil, akan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun. Namun, ada ketentuan pidana yang ancaman hukumannya lebih besar dari itu, yakni Pasal 12 e UU Tipikor. Karena Pungli itu bisa dikatakan sebagai korupsi. Ada Pasal 12 e, dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. (Hendra)

Berita Lainnya