oleh

Bareskrim Polri Bebaskan Ustadz Zulkifli

JAKARTA, (PERAK).- Penyidik Bareskrim Polri bebaskan Ustadz Zulkifli Muhammad Ali yang diduga tersangka ujaran kebencian, untuk kembali berdakwah, usai menjalani pemeriksaan kasusnya.

Demikian diungkapkan Wakil Ketua Tim Advokasi, Sulistiyowati, bahwa meski berstatus tersangka, dia juga tidak dikenakan wajib lapor, “Tidak wajib lapor. Beliau dibebaskan untuk kembali berdakwah,” ungkapnya, di Gedung Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta, Kamis (18/1/2018).

Lanjut Sulistiyowati, “Ceramah yang dipersoalkan kepolisian, adalah saat Ustaz Zulkifli ceramah di salah satu masjid kawasan Kebayoran Baru pada 2016 lalu. Ceramah itu kemudian viral di Youtube dengan judul Fitnah Duhaima. Mungkin ada yang memviralkannya pada tahun 2017,” tutupnya.

Diketahui, Ustaz Zulkifli ditetapkan sebagai tersangka atas kasus ujaran kebencian. Akibatnya Alumni 212 asal Sumatera Barat ini dijerat Pasal 28 ayat 2 junto Pasal 45b Undang-Undang (UU) Nomor 19/2016 atau Pasal 16 junto Pasal 4 hurup b UU Nomor 40/2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.

Menyikapi hal itu, Koordinator tim pembela Zulkifli, Novel Bamukmin mengatakan, Zulkifli kooperatif dengan proses hukum yang menjeratnya. Zulkifli sudah tiba di Jakarta dari Payakumbuh, Sumatera Barat, sejak Rabu (17/1/2018) malam. Setelah itu, ia berkoordinasi dengan Alumni 212 yang sepakat mendampinginya ke Bareskrim Polri, “Begitu luar biasa respon. Banyak yang minta bergabung, ya kami tampung semuanya. Lebih dari 100 hingga saat ini. Itu akan berjalan terus,” kata Novel.

Novel membantah bahwa pernyataan Zulkifli dalam ceramahnya merupakan ujaran kebencian. Apa yang dikatakan Zulkifli, merupakan keprihatinan pada pemerintah saat ini. Petapan Zulkifli sebagai tersangka dianggap sebagai bentuk kezhaliman terhadap pemuka agama, “Ulama menyampaikan dakwah yang memang saat ini kita melihat dari pemerintah yang tidak berpihak. Ulama menyampaikan itu apa yang kondisi saat ini,” ujarnya.

Sebelumnya, polisi menilai Zulkifli menyampaikan kalimat bernada kebencian dan provokatif melalui ceramah yang dia sampaikan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Mohammad Iqbal memastikan, bahwa penyidik menemukan minimal dua bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Zulkifli sebagai tersangka.

Penyidik telah memeriksa sejumlah saksi. Kemudian, ditambah dengan keterangan ahli untuk menilai apakah ada unsur pidana dalam penyampaian Zulkifli. Namun, Iqbal tidak menjelaskan ceramah apa yang dipermasalahkan dalam kasus ini, “Itu nanti teknis. Kita tidak bisa sampaikan ke publik,” tuturnya, Rabu (17/1/2018).

Zulkifli dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45B UU Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 16 juncto Pasal 4 huruf b UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Sementara itu, Kapolri, Jenderal Tito Karnavian menepis tudingan kriminalisasi atas penetapan tersangka Ustaz Zulkifli dalam kasus SARA dimaksud. Melainkan, Zulkifli ditetapkan tersangka karena diduga melakukan tindak pidana, “Prinsipnya sekali lagi, Polri tidak melakukan kriminalisasi ulama,” ujar Tito usai resmikan Gedung Promoter di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (19/1/2018).

Lanjut ia menjelaskan, bahwa istilah kriminalisasi itu, jika polisi memaksakan pemidanaan terhadap seseorang yang melakukan suatu tindakan yang tidak diatur dalam hukum pidana. Sebaliknya, di kasus Zulkifli ini, polisi melihat ada sebuah tindak pidana, “Tapi, kalau perbuatan itu diatur dalam hukum pidana, dilakukan proses, itu namanya penegakan hukum,” ujarnya.

Tito menambahkan, bahwa Polri tidak serta-merta mempidanakan Zulkifli terkait ceramahnya. Sebab, ceramah Zulkifli yang dinilai mengandung ujaran kebencian itu sudah menjadi viral dan tentu dikhawatirkan menimbulkan perpecahan golongan, “Kenapa dilakukan, karena adanya ceramah yang viral, yang didalamnya ada konten, yang patut dipertanyakan,” tambahnya.

Masih menurut Tito, soal penyebutan 200 juta KTP dibuat di Paris oleh Ustaz Zulkifli tidak valid dan tidak didukung dengan data-data dan fakta. Di sisi lain sebagai ulama, Zulkifli memiliki umat di mana setiap ucapannya pasti diamini oleh umatnya, “Publik ini sangat menghargai ulama. Ulama adalah tokoh panutan. Apa yang disampaikan ulama, seringkali didengar, diikuti dan dicerna oleh publik. Oleh karena itu, publik harus diberikan data yang akurat dan kredibel,” tandasnya.

Seperti diketahui, bahwa “SARA” adalah singkatan dari (Suku, Agama, Ras dan Antar golongan), yaitu merupakan berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitas yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan dan golongan.

Setiap tindakan yang melibatkan kekerasan, diskriminasi dan pelecehan yang didasarkan pada identitas diri dan golongan dapat dikatakan sebagai tidakan SARA. Tindakan ini mengebiri dan melecehkan kemerdekaan dan segala hak-hak dasar yang melekat pada manusia. (Red)

Berita Lainnya