Awal Th 2018 Satu Kades di Pantura Bakal Jadi Tersangka Korupsi ADD/DD
SUBANG, (PERAK).- Awal tahun 2018 ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Subang akan menetapkan satu oknum kepala desa diwilayah Subang Utara diduga terlibat kasus korupsi Angaran Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD).
Hal itu terungkap saat digelar Audien antara massa aksi Komunitas Anak Muda Peduli Anti Koupsi-KAMPAK dengan Kajari yang didampingi para kasie-nya, Rabu (13/12/17) di ruang Seksi Intelejen, “Dugaan korupsi Desa Ciasem Tengah sudah naik ke tahap penyidikan dan ditangani Seksi Pidana Khusus. Insya Allah awal tahun 2018, Bulan Januari sudah ada penetapan tersangka terhadap oknum kadesnya,” ungkapnya. Audensi tersebut digelar saat KAMPAK aksi dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi (HAK) dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia.
Dalam audensi mendadak itu. Nampak hadir, Kajari Subang, Drs. Chandra Yahya Welo, S.H., didampingi Kasie Intel, Bagas Sasongko, S.H., dan Kasie Pidsus, Taufik Efendi, S.H., beserta jaksa lainnya, juga anggota Polres Subang yang turut bertugas dalam pengamanan aksi.
Hal itu terbukti, seperti dalam pemberitaan Perak diedisi sebelumnya, bahwa salah seorang sumber (Jaksa Kejari Subang) mengatakan, “Mengenai Lapdu dari KAMPAK soal dugaan korupsi yang terjadi di 19 (Sembilan belas) desa se- Kabupaten Subang, semuanya diprioritaskan dalam penanganannya. Namun yang sudah ditemukan dilapangan oleh kami atas dugaan korupsinya, baru Desa Ciasem Tengah. Intinya, Ciasem Tengah tidak akan stag (Stagnan/ terhenti) dan akan segera naik kelas ke penyidikan. Dalam proses kasus ini menjadi kiblat (arah tujuan) dalam tugas kami saat ini,” kata dia, enggan dipublikasikan.
Seperti diketahui, berikut ini dana pembiayaan sejumlah program pemerintah yang diduga dikorupsi oleh oknum kades tersebut, diantaranya Alokasi Dana Desa (ADD), Dana Desa (DD), Bantuan Keuangan Untuk Desa (BKUD) dan Bantuan Provinsi (Banprov) Jawa Barat tahun 2014, 2015 dan 2016 mencapai milyaran rupiah.
Sebelumnya, sejumlah sekira lima ratus orang Masyarakat Ciasem Tengah sempat melakukan unjuk rasa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Subang dan menyerahkan bukti-bukti korupsi tersebut ke pihak Kejari Subang, Kamis, (20/7/2017) lalu.
Mereka menuntut agar pihak DPRD, Bupati Subang khususnya dan pihak terkait lain daiantaranya, Infektorat Daerah (Irda), Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Kepolisian Resort (Polres) Subang untuk menindak lanjuti kasus itu, menangkap dan mengadili oknum kades tersebut.
“Sekarang kami sudah tidak mengakui dia sebagai kepala desa kami, karena sudah kesal atas prilaku buruk Saeful Efendi dalam memimpin roda pemerintah di desa kami (Desa Ciasem Tengah) secara otoriter (sewenang-wenang), dia telah melakukan korupsi anggaran ADD, DD, BKUD dan Banprov hingga milyaran rupiah dari adapun yang direalisasikan hanya beberapa persen saja, sisanya untuk memperkaya diri sendiri, yaitu untuk membeli kios buah-buahan, dua unit mobil Pick up dan sedan camry, tanah, rumah baru, rehab rumah lamanya dan barang-barang fasilitas rumahnya.” Ungkapnya.
Sebagai edukasi terkait penagakan hukum, bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, sesuai amanah yang tercantum dalam Pasal 41 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 41 dimaksud, berbunyi: Ayat (1) Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk: a) hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi. b) hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi. c) hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi. d) hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. e). hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal. (Hendra)